Yakin, mau mengalah saja?

Jumat, 25 Juli 2014

Hidup itu selalu adil.

Aku menyakini hal itu!
Sangat yakin.
Entah, keadilan itu mau datang darimana saja.
Dari seorang pemimpin, dari pemilik kekuasaan, dari orang hebat, atau bahkan langsung dari Tuhan.
Hanya waktunya saja yang tidak kita tahu.
Kapan datangnya keadilan itu.

*****

Aku sangat kesal jika dipaksa untuk mengingat seseorang yang (setahuku) tak pernah mengingatku. Untuk apa? Cuma buang-buang waktu!
Ake heran. Kenapa aku harus melakukannya? Untuk apa aku mengirimkan pesan pada seorang yang jauh, jika orang itu juga tidak melakukan hal yang sama sepertiku?

Suatu ketika, aku pernah disuruh untuk mengabari seorang kerabat yang jauh. Dan aku sempat menolak dengan berbagai alasan. Toh, jika aku berbicara dengannya, kami selalu kehabisan topik. Tak ada hal menarik yang bisa kami angkat jadi bahan obrolan. Sangat garing!
Lagipula, orang itu juga tidak pernah mengabariku. Kurasa, orang itu sudah terlalu bahagia dengan hidupnya saat ini. Bahkan aku menduga, dia tak pernah mengingatku lagi. Jadi untuk apa aku harus memulainya duluan? Menanyai kabarnya dan basa-basi lainnya.

Sejujurnya, orang itu baik. Hanya saja, aku tak suka dengan komunikasi yang (harus) kami hadapi. Bahkan (sesungguhnya) aku sangat merindukan dia. Tapi jika mengingat cara komunikasi yang kami lewati, aku jadi kesal. Terlebih jika harus menghubunginya duluan.

*****

Dari pengalaman itu, aku (sangat) merasakan ketidakadilan.
Aku jadi berfikir, ketika aku diingatkan untuk menghubungi seseorang, apa orang (yang akan kuhubungi) itu juga pernah diingatkan untuk menghubungiku?
Kenapa dalam masalah ini, harus aku duluan yang memulainya? Kenapa tidak orang itu saja?
Apa layak? Sebuah hubungan jarak jauh dipertahankan, jika yang mempertahanannya saja hanya satu pihak?

*****

Masalah ini sama seperti: untuk apa menghargai orang lain, jika orang itu tidak menghargai kita? Untuk apa kita menghormati orang lain jika orang lain itu juga tidak menghormati kita? Bukankah sesuatu itu harus tergerak dari dalam diri kita masing-masing?
Tapi, jika kita sudah mencoba untuk menghormati orang lain dan ternyata orang itu masih saja tidak menghargai kita, apa itu layak untuk kita teruskan?
Jujur, terkadang aku juga lelah untuk menjadi hormat dan menghargai orang lain bila orang itu juga tak sadar-sadar dengan kelakuannya.

Aku bukan manusia sempurna. Tak selamanya bisa jadi putri Cinderella yang (sangat) baik hati dan (selalu) menerima apa yang digoreskan padanya. Aku bisa berbuat sesuatu!
Bukankah semua orang itu punya pilihan?
Apakah mereka mau menerima atau melawan?
Apakah mereka mau bangkit atau tetap diam?
Seorang saja harus berusaha keras untuk jadi sukses!
Tak bisa hanya dengan berdiam (dan menurut) lalu jadi orang hebat!
Semua butuh perjuangan! Segala hal harus diusahakan.
Seorang saja, harus rela kehilangan harta dan bendanya hanya untuk mendapatkan keadilan.
Tak bisa cuma mengalah dan selalu menerima.
Kecuali, jika keadilan itu datang dari Tuhan.

*****

Begitu juga dengan kehormatan, dihargai, dan sebuah hubungan.
Tak bisa, seseorang dihormati apabila dia sendiri selalu menginjak-injak kehormatan orang lain. Apa itu layak?
Tak bisa, seseorang dihargai apabila dia sendiri tak menghargai usaha yang dilakukan orang lain untuknya.
Tak bisa, seseorang mempertahankan sebuah hubungan apabila ia sendiri tak mempertahankan hubungan itu.

Intinya, Perlu kerja keras untuk bisa dihargai!
Ingat! Ini bumi. Bukan negeri dongeng, di mana semua orang yang dianggap baik itu akan selalu (mau) mengalah.

*****

Ya, itulah yang bisa kusimpulkan dari segala yang ku alami.
Aku tak bermaksud menghakimi siapa pun.
Aku hanya ingin menunjukan kegelisahanku.
Mungkin, keadilan itu belum datang padaku.
Tapi aku juga tidak ingin hanya (berdiam diri dan) menunggu.

Bagaimana perasaanku saat aku tak dihargai oleh seseorang yang sangat kuhormati. Dan (yang lebih parahnya) orang itu tak pernah tahu bagaimana kerasnya usahaku untuk bisa sampai dalam posisi sejauh ini.

Aku hanya tak ingin kejadian ini terulang lagi.
Ya, setidaknya itulah harapanku. Dan inilah cara pandangku.
Jika kalian (para pembaca) punya saran atau pun komentar, silahkanlah berkomentar.
Toh, kita semua punya cara pandang yang berbeda-beda untuk menanggapi setiap masalah. :-)

THANKS FOR READ!

Stalker

Jumat, 18 Juli 2014

Aku terdiam melihat nama yang tertulis di layar handphone.
Dia.. hm...
Aku mulai menjelajahi akun pribadinya itu.
Tak ada sesuatu hal yang bisa kusimpulkan darinya.
Menurutku, dia tak terlalu update.
Jarang membuka akun media sosialnya dan tak pernah menampilkan fotonya di setiap profilnya sendiri.

Terlepas dari itu semua, aku mengenalnya-bukan lewat media sosial yang hanya menampilkan hal semu. Aku mengenalnya secara langsung lewat dunia nyata.
Dia juga mengenalku. Tapi kami tak pernah bicara. Kami juga tak akrab. Ya, hanya sebatas 'saling kenal' saja. Aku tahu namanya dan dia tahu namaku. Itu saja.

Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering memperhatikannya. Profilnya di media sosial, menjelajahi timelinenya, atau melihat statusnya di BBM. Mungkin, aku ini bisa tergolong menjadi stalker. Hm.. tak bisa ku pungkiri, aku nyaman dengan hobi baru ini.

*****

Sampai suatu ketika, seperti biasanya. Aku melirik akun media sosialnya dan melihat perkembangan dari setiap kegiatannya.
Hingga tanpa sengaja, ku lihat statusnya di salah satu media sosial dan dari status itu aku mengetahui suatu hal.
Dia menyukai seseorang.

Hm. Ada perasaan aneh yang kurasakan saat tahu ia sedang suka dengan seseorang.
Semacam rasa kaget dan tak percaya.

*****

Aku tak bisa menebak. Jadi kuputuskan untuk berhenti memata-matai profilnya lagi. Ku tutup akun profilku dan keluar dari aplikasi itu.

Jujur, aku penasaran dengan orang itu. Dia menyukai seseorang? Siapa? Pada awalnya, ku pikir dia mungkin tak pernah terjun dalam hal 'cinta-cinta'an konyol seperti ini. Tapi ternyata aku salah.

Sejak saat itu, aku mulai mengurangi kegiatanku menjelajahi akun sosial medianya. Hingga suatu hari, kulihat statusnya bertuliskan nama seorang perempuan dan dia mencantumkan emotikon hati berwarna merah.

Aku tak kenal dengan perempuan itu. Tapi aku yakin, perempuan itulah yang disukainya dan karna perempuan itu jugalah, yang membuatnya gagal move on.

*****

Hmm..
Mungkin karna hobi stalking-ku ini, aku jadi sering memperhatikannya (diam-diam).
Sekedar mencari keberadaannya atau melihatnya barang sedetik saja.
Untungnya, sejauh ini dia tak tahu tentangku. Kurasa, dia juga tak akan peduli. Ya kan?

Dan entah kenapa, karna hobi stalking ini juga, aku jadi selalu penasaran dengannya...

Anak-anak Tuhan

Sabtu, 12 Juli 2014

Bismillahirrahmanirrahim...

Aku terdiam saat melihat kaki-kaki kecil mereka.
Berlarian menapaki jalanan beraspal.
Sambil berteriak pada masing-masing dari mereka.
Ku lihat tangan-tangan kecil mereka dengan bagian hitam yang menempel di kuku mungil itu, saat mereka menengadahkan tangannya padaku.

Mata mereka menyipit karna silaunya matahari siang itu.
Saking panasnya hingga mengubah warna rambut hitam mereka jadi kuning keemasan.

Mereka berlari-lari menyusuri gang-gang sempit dan lampu-lampu jalanan. (yang mereka anggap itu adalah petualangan)
Entah karna paksaan, keinginan sendiri, atau dorongan apapun, mereka memberanikan diri.
Berhenti di warung-warung kecil - dimana orang-orang sedang asyik duduk dan menikmati makanan mereka.

Mereka memulai alunan lagu dengan genjrengan ukulele mereka.
Menggetarkan pita suara mereka hingga membunyikan suara getir mereka.
Nadanya terdengar keras dan nyaring. Dan mungkin, seperti itu juga hidup yang mereka lalui.

Aku lebih suka menyebut mereka Anak-anak Tuhan. Yang lahir dari dunia beraspal dengan kerikil tajam yang selalu mereka tepis.
Mereka dibesarkan oleh panasnya terik matahari dan riuhnya udara berpolutan.
Sebagian dari mereka ada yang sanggup hingga mampu bertahan. Dan ada juga yang gagal lalu menjadi yang terbuang.
Bukannya kita rangkul, yang terbuang justru malah kita abaikan.
Hingga dia berusaha untuk terlihat, dengan cara-cara yang tak pernah kita mengerti.

Aku tahu.
Banyak yang melihat dan sadar dengan adanya mereka.
Tapi hanya sedikit yang peduli dengan kehadiran mereka.
Jumlah mereka terlampau banyak. Dan mungkin itu yang menyebabkan orang tak perduli dengan mereka.

Jujur, aku sangat prihatin ketika melihat mereka.
Berjalan menuju warung kecil dan kembali bernyanyi. Menggetarkan suara mereka (yang menurutku penuh pilu) justru terdengar tangguh.
Mereka menerima setiap uluran tangan yang diraihkan untuk mereka. Sambil tersenyum atau dengan muka datar, mereka mengambil apapun yang diberikan untuk mereka.
Bahkan terkadang, ada yang menolak dan tak menghiraukan mereka. Terus melanjutkan makan, tanpa melihat wajah mungil yang gelap itu.

Jujur, aku agak marah dengan perlakuan orang-orang seperti itu! Sangat marah.
Orang-orang semacam itu, kurasa tak pernah tahu bagaimana cara anak-anak Tuhan bertahan hidup. Hingga untuk mengeluarkan uang 1.000 rupiah saja sangat sulit.
Apa mereka tidak tahu? Anak-anak itu adalah titipan Tuhan. Seakan mata-mata yang akan memberikan catatan pada Tuhan, bagaimana perilaku yang orang-orang itu berikan pada mereka.
Semacam buku raport yang akan diumumkan saat kenaikan kelas nanti.

Aku sadar. Aku tak tahu banyak tentang mereka.
Tapi yang aku tahu, aku tinggal di sekitar mereka.
Mereka ada di sekelilingku. Dan mungkin juga ada di dekat anda.

Jika benar, alangkah baiknya jika anda memberikan sedikit rupiah anda untuk mereka. Ya, sekedar meringankan petualangan mereka hari itu.
Toh, anda tak pernah merasakan betapa sakitnya 'petualangan' mereka itu.
Dan anggap saja, pemberian anda itu sebagai ucapan syukur pada Tuhan. Karna berkat anak-anakNya lah, anda akan sadar. Betapa beruntungnya hidup anda.

Tulisan ini terinspirasi dari Anak-Anak Tuhan yang selalu ada di sekitar saya. Mereka menyerukan suara mereka lewat canda tawa diantara mereka. Bukan secara nyata, lewat tangisan.

Semoga anda termotivasi dan bersyukur.
Itu saja.

Wassalamualaikum, wr. Wb.

Bukan tentang perpisahan. Hanya ucapan terima kasih.

Kamis, 03 Juli 2014

Bismillahirrahmanirrahim..

*****

Aku cukup kaget melihat reaksimu saat itu.
Tak ada sepatah kalimat yang kau ucapkan ketika aku sudah menjelaskan.
Aku mengerti. Mungkin kau kecewa. Dan aku tahu. Mungkin kau juga sama kagetnya sepertiku.

Jujur saja. Aku gelisah dan khawatir saat itu juga.
Sebagian dari diriku merasa (sangat) menyesal. Dan sebagiannya lagi merasa (sangat) lega.
Bebanku terasa hilang tiba-tiba. Tapi, kemudian berganti dengan rasa takut.

Aku tak mengerti dengan obrolan kita saat itu. Seakan aku menjadi orang bodoh dan kau serba tahu!
Setiap kalimat yang kau bunyikan, seakan memancingku.
Menuntunku untuk (mencoba berani) bicara, "Hey! Apa kau bodoh?! Aku menyukaimu!!! Apa kau tak mengerti? Ha? Apa aku harus mengulangnya?!! AKU MENYUKAIMU!"

Yah.. tapi ku rasa kau tahu. Aku tak punya nyali setinggi itu untuk bicara dan akhirnya, aku hanya menjawab "Ya udahlah. Lupakan!"
Entah, kau sengaja atau tidak. Tapi kurasa, kau melakukannya dengan sengaja.

*****

Setelah obrolan itu, ku pikir hubungan kita akan kembali baik-baik saja seperti semula. Dan aku salah.
Ya, aku baru paham. Karet yang meleleh, tak akan dengan mudah kembali menjadi gelang karet yang utuh LAGI, ketika api telah memanaskannya. Dan itulah yang terjadi pada aku dan kamu.

Setelah kejadian itu, kau berubah jadi dingin padaku. Cuek. Tak menegur. Dan tak banyak bicara.
Cukup heran dan pantas. Karna memang itu yang ku harapkan. Tapi tidak ku inginkan.

Sekarang aku dan kau berpisah. Terbagi dalam kelompok-kelompok baru. (yang aku yakini) Kita akan saling melupakan.
Itu memang baik dan cocok. Sangat cocok. Ya, mengingat kita berpisah (menurutku) dengan cara yang tidak baik.

Mungkin, saat inilah aku harus menuliskannya.
Aku pasrah saja, apa kau membacanya atau tidak. Bahkan, setahuku kau tak pernah membuka blog ku. Jadi, kuyakini kau tak akan tahu. :-D

*****

Selamat tinggal kawan.(aku tak yakin, apa kau masih menganggapku teman).
Dan terima kasih untuk semuanya.
Secara tak sengaja, kau telah mengajari aku banyak hal.
Jatuh cinta diam-diam, galau, kecewa, sedih, bahkan gagal move on. :-D

Ya, kurasa itu pengalaman cukup gila yang bisa dialami oleh anak SMP kelas 2.
Dan ku harap, semua itu akan HILANG ketika aku dan kau duduk di depan pengawas dengan kertas Ujian yang terbaring di atas meja nanti.

See you! :-)

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS