Mengingatmu...

Sabtu, 27 September 2014

Aku tersenyum sendiri. Menatap layar handphone yang saat itu menampilkan foto seseorang.
Aku kembali mengingatnya.
Bualan yang sering dia ucapkan, senyum yang sering ia lukiskan, tatapan diam-diam yang tak sengaja memperhatikanku, dan tingkahnya yang selalu tak pernah ku duga.

Malam ini, aku kembali mengingatnya.
Otakku seperti DVD yang mulai memutarkan kaset-kaset lawas. Berisi cerita penuh makna yang tak ada habisnya.

Aku sangat ingat, ketika kau menelponku. Cukup membuat jantungku berdegup lebih kencang. Dan menurutku, saat itulah aku merasa sangat senang.
Merasa jika kau selalu memperhatikanku kapanpun. Seakan kau selalu memantauku hingga membuatku merasa aman. Apapun bentuknya, aku menyukainya.

Mataku seakan berbinar ketika tatapanku dan sorot matamu bertemu. Walau dalam beberapa detik, itu mampu membuat nafasku sesak. Sedikit senyuman manis kau lontarkan dan aku berpura-pura membuang muka. Hahaha.. itu sangat lucu. Wajah kita saat itu, benar-benar begitu polos.

Apa kau ingat? Ketika pagi menyapaku di sekolah dan kita bertemu di depan tanaman-tanaman yang beberapa hari lalu kita pupuk bersama. Saat itu, kau terlihat gugup. Sambil mengamati beberapa tanaman, kau mengajakku bicara. Mengisahkan tentang bunga mimpimu yang membuatku ingin berulang kali mendengarnya.

Kau ingat? Saat kau bisa mencetak gol untuk kelas kita dan pada beberapa menit berikutnya, kau terluka. Membuatmu beristirahat dan aku hanya duduk tak berani berbuat apa-apa. Masih ingatkah? Itu benar-benar mengesankan (bagiku). Kau menceritakan lelucon yang entah kenapa membuatku tertawa begitu lucu.

Semua itu membuat kesan di hatiku. Kau tau? Aku sangat merindukan waktu-waktu itu. Apa kau pernah mendengar kutipan "Sometimes you miss the memories. Not the person."? Aku tak tau, apa itu terjadi padaku malam ini atau aku memang benar-benar merindukan semuanya.

Tapi, ya, semua itu tetap saja masa lalu. Tak pernah bisa kita tebak, apa akan terjadi lagi pada hari ke depan atau tidak. Aku pun yakin, kau pasti lupa. Ku yakinkan, kau tak akan pernah ingat lagi. Aku sangat yakin.

Kau jadi orang sibuk sekarang. Tak pernah bisa kita berkomunikasi layaknya dulu. Dan kuakui, kau menjadi orang yang lebih baik. Sama seperti dulu.

*****

Andai kau tau. Aku sangat menyesal. Aku benar-benar minta maaf atas perlakuan burukku dulu. Aku sangat jahat padamu. Ya, ku rasa begitu. Sekarang aku lebih dewasa. Mulai mengerti dengan segala hal yang pernah ku perbuat. Dan sepantasnya, aku tak melakukan hal itu padamu.

I'm afraid

Selasa, 09 September 2014

Jantungku mulai berdetak lebih kencang.
Tiba-tiba, aku tak bisa menghirup udara lebih panjang. Hanya nafas berat dan pendek yang bisa ku hirup dan hembuskan.
Tanganku seakan bergemetar. Namun kutahan.
Istigfar selalu pelan kuucapkan. Sambil berkata dalam hati, "Oh Tuhan, bisakah jangan kau buat aku seperti ini? Aku terlalu gugup. Aku tak berani berbuat apa pun. Aku takut."

*****

Sekali lagi, ku perhatikan pintu itu. Di mana banyak orang yang sering melewatinya, namun hanya langkah kakinya yang mampu membuat jantungku memompa lebih cepat.

Dan ketika dia melewati pintu itu, badanku sekejap saja menegang dan kaku. Aku sangat takut. Bahkan untuk menelan ludah rasanya sangat sulit.

Ku lihat sejurus tatapan matanya yang tajam. Suaranya yang begitu terdengar kuat, serta wajahnya dengan kedua rahang yang tegas.

Sebelumnya aku tak pernah seperti ini - setakut ini pada seseorang. Aku selalu senang dengan kehadirannya. Tapi sejak kejadian 2 minggu yang lalu, aku bahkan tak pernah lupa. Dan rasanya, ketakutan selalu muncul di hatiku. Membuat aku terdiam beberapa saat. Dan terus mengingat kejadian itu. Terus mengingatnya. Hingga detik ini.

*****

Semuanya bermula di awal hari mengajar. Semua murid baru berkumpul. Mulai menciptakan kawanan baru dan saling mengenal. Beberapa murid memang sudah kenal, tapi kekakuan masih tetap mengelilingi kami. Maklumlah, kami baru berkumpul - sebagai siswa 1 kelas.

Awalnya, tak ada hal yang menggangguku. Aku bisa melewati hari-hari sekolah dengan baik. Sampai ketika aku kembali bertemu dengannya. Aku mengenalnya cukup baik. Dan aku senang dengan kehadirannya di dekatku. Hal ini cukup berbeda dengan murid-murid lain yang justru (menurutku) tak suka dengan kehadirannya. Hmmm.. begitulah.

Tapi, suatu ketika dia mengatakan sesuatu tentangku. Berkata sesuatu yang sangat melukai hatiku. Berbicara pada semua murid di kelas, dan itu membuat jantungku hampir berhenti berdetak.
Hanya istighfar yang bisa kuucapkan untuk menahan air mata yang sedikit lagi mulai menetes. Dan akhirnya, aku tak menangis. Kejadia itu kulewatkan dengan (berpura-pura) diam padahal aku tahu, saat itu hampir seluruh murid memicingkan matanya padaku.

*****

Sekarang, 2 minggu setelah kejadian itu. Ada perasaan takut ketika aku harus kembali berhadapan dengannya. Sedangkan dia? Berjalan melewatiku dan bertingkah seperti tak pernah terjadi apa-apa.
Ya, mungkin dia tak ingat lagi dengan omongannya. Tapi aku, tak pernah lupa dengan perlakuannya itu.

Jujur, aku tak mengingat secara detil apa yang disampaikannya. Tapi otakku selalu mengulang memori itu. Membuatku tiba-tiba seakan jadi orang teraneh di lingkunganku sendiri.
Membuatku justru merasa tak pantas ada di antara mereka semua.
Aku tak paham dengan keadaan ini.

Tapi yang jelas, sesuatu yang aku ketahui, yang bodohnya baru saja aku sadari, dia tak pernah menyukaiku.

*****
"Tak bisa bersosialisasi? Calon koruptor? Apapun itu, saya terima semuanya. Karna hal itu memang benar. Tapi, bisakah Anda menyampaikannya dengan sedikit ungkapan halus? Itu terlalu menyakitkan untuk didengar. Terlalu sakit dan tajam. Membekas di kepalaku, hingga bekasnya tak akan pernah hilang. Terima kasih! Anda telah memberikan luka untuk saya. Yang akan menjadikan saya semakin lebih kuat. Terima kasih! Karena Anda, saya bisa jadi lebih baik"

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS