Pada
kesempatan ini, saya ingin meresensi buku fiksi karya Bernard Batubara yang berjudul
Elegi Rinaldo. Elegi Rinaldo termasuk ke dalam Blue Valley Series yang
diterbitkan oleh Falcon Publishing. Terdapat 4 seri lainnya, yaitu Asa Ayumi
karya Dyah Rinni, Melankolia Ninna karya Robin Wijaya, Lara Miya karya Erlin
Natariwiria, dan Senandika Risma karya Aditia Yudis.
Elegi
sendiri berarti syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan
dukacita. Meskipun belum membaca keempat seri lainnya, saya merasa bahwa Blue
Valley Series ini mengangkat satu tema yang sama. Cinta dan Kesedihan. Mungkin,
lebih tepatnya kepatahatian. Karena, setiap judul dari serinya memiliki arti
kata yang menggambarkan duka atau ungkapan kesedihan. Seperti asa, melankolia,
lara, senandika, dan elegi.
Dalam
novel ini, Blue Valley digambarkan sebagai tempat perumahan yang dihuni oleh tokoh
utama dalam cerita. Bisa dibilang, kalau ceritanya cukup klise. Seperti
kebanyakan konflik yang diangkat dalam novel-novel lainnya. Sehingga saya
dengan mudah bisa menebak akhir dari ceritanya.
Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.
Jika kau berjalan ke salah satu blok, kau akan menemukan rumah yang setiap pagi dipenuhi nyanyian Rihanna. Seorang pemuda kribo yang selalu menenteng kamera tinggal di sana bersama tantenya. Dia sering kali bersikap dingin. Dia menyimpan duka. Sisa penyesalan terdalam dua tahun lalu.
Ada gadis yang menantinya, dan ingin menamai hubungan mereka yang kian dekat. Namun, pemuda itu selalu ragu. Dia menyukai gadis itu, tetapi… selalu merasa bersalah jika memberikan tempat yang sengaja dia kosongkan di hatinya. Namanya Rinaldo. Panggil dia Aldo, tapi jangan tanya kapan dia akan melepas lajang.
***
Dari sinopsisnya, kita bisa
langsung menangkap masalah yang ditawarkan oleh Bernard. Kita akan mendapati
Aldo, seorang food photographer, yang memiliki luka di masa lalunya.
Saking pahitnya, ia bahkan sengaja mengosongkan hatinya untuk sekian lama.
Sehingga ketika dia mengenal gadis bernama Jenny, dia mulai bimbang untuk
membuka hati atau melewatkannya saja. Aldo masih belum bisa melupakan masa lalu
beserta kehilangan demi kehilangan yang dirasakannya. Itulah mengapa ia sulit
untuk memulai suatu hubungan yang serius. Begitu pula dengan Jenny yang
memiliki pandangan berbeda dengan gadis pada umumnya mengenai suatu hubungan.
Jenny ragu pada ikatan pernikahan. Menurutnya, pernikahan justru mengikat
seseorang dari usahanya dalam meraih mimpi. Pernikahan akan membatasinya dan
mengurungnya dengan segala kewajiban yang harus dijalankan sebagai seorang
istri, dan dia tidak mau itu.
Elegi Rinaldo akan membawa kalian pada
banyak kebimbangan. Kemudian, menemukan bahwa sebenarnya keyakinan itu dapat
berubah seiring dengan kejadian demi kejadian yang dialami oleh orang tersebut.
Lebih-lebih, kalau mengenai hati. Keyakinan seseorang mengenai ‘cinta’ bisa
berubah seiring berjalannya waktu. Ketika orang tersebut mengenal orang yang
dapat mengisi hatinya kembali, saat itulah pandangan dan anggapannya tentang
cinta akan berubah.
***
Jujur saja, saya merasa kurang puas
dari segi kepenulisannya. Saya sudah pernah membaca karya Bernard batubara yang
lain, dan saya cukup kaget dengan karyanya yang satu ini. Dari kacamata saya, penulisan
Bara penuh dengan bahasa yang manis dan penuturan yang begitu elok. Tetapi saya
tidak menemukan hal itu dalam buku ini. Bahkan saya merasa ini bukan tulisan
Bara. Tidak menggambarkan karakter dan identitas dari Bara. Saya berasumsi,
kalau Bara (mungkin) ingin mencoba menulis dengan gaya yang berbeda dari
biasanya.
Keseluruhannya, buku ini disusun
dengan cukup apik. Covernya yang menarik, mampu menggambarkan kepedihan yang
disuguhkan dalam kisahnya. Meskipun konflik yang diangkat sangat lazim, Elegi
Rinaldo tetap layak dijadikan sebagai salah satu buku referensi untuk mengisi
waktu luang dan hiburan. Akan tetapi, (menurut saya) Elegi Rinaldo bukanlah
karya terbaik dari Bernard Batubara. Mengingat, karya-karya Bernard sebelumnya
memiliki rasa dan penulisan yang jauh lebih kuat serta identitas yang selalu menjadi
ciri dari setiap karyanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar