Obrolan itu...

Minggu, 28 Desember 2014

Jam sudah menunjukkan pukul 22. 23 dan mataku masih tak dapat terpejam.
Pikiranku terus bekerja, terus mengarah padamu.
Bahkan, dinginnya hujan malam ini tak dapat menidurkanku.
Sikapmu dingin dan membingungkan.
Membuatku jadi beku dan tidak bisa merasakan apapun.

Kau tau? Aku sudah mati rasa~

*****

Malam sudah begitu larut dan aku masih tidak terlelap.
Entah kenapa, aku tidak bisa tidur.
Pikiranku terus mengarah pada seseorang yang mungkin sudah tidur di rumahnya.
Hatiku sepertinya sudah buntu.
Aku tidak tau harus bagaimana lagi.

Aku hanya ingin memulai pertemanan.
Mencoba akrab dan ramah.
Tapi, diluar kemauan, kamu justru berubah.

Jujur, aku tidak mengerti dengan teka-tekimu.
Anehnya kamu, yang bersikap ramah dan dingin secara bersamaan.
Membuat sebagian diriku berpikir, oh.., kamu masih sama seperti dulu. Pede banget! Masih humoris dan.. lucu!
Tapi tidak bisa kupungkiri, sebagian diriku lainnya justru berpikir, Ada apa denganmu? Apa kamu begitu sibuk hingga tidak bisa istirahat sejenak? Ayolah, ini liburan. Kita hanya punya waktu 1 minggu untuk bersantai sebelum pertarungan benar-benar dimulai.

*****

Aku sedang bermimpi atau bagaimana?
Aku sulit berpikir jernih.
Otakku hanya dipenuhi oleh gumpalan pertanyaan yang menyesakkan.

Kenapa selalu aku yang memulai pertemanan?
Apa itu artinya kamu memang tidak pernah mengingatku?
Apa itu artinya kamu memang sudah tidak peduli?
Tapi kenapa? Kenapa jika sudah mengobrol, justru kamu yang banyak bicara?
Apa kamu terlalu sibuk? Jika iya, aku minta maaf. Mungkin, aku memang sering mengganggumu. Maaf.
Lalu, bagaimana dengan pesanmu? Benarkah semua itu hanya candaan? Kamu sadar? Candaanmu itu membuatku mabuk dan pingsan!
Tapi bagaimana setelah obrolan itu? Kamu tidak membalasnya. Dan tidak ada kata perpisahan.
Pesanku hanya menggantung tanpa ada jawaban.
Ku tunggu... dan terus menunggu.
Tapi tak ada jawabanmu.

Keesokan harinya, kita kembali mengobrol. Menceritakan hal baru seakan tak terjadi apapun.
Seperti biasa, aku yang memulainya. Kemudian, kamu terus banyak bicara.
Kuhargai itu. Bagaimana pun caramu berkomunikasi, aku menyukainya.
Aku senang.

Sama seperti kemarin, kalimatku jadi menggantung tanpa ada balasan.
Membuat teka-teki dalam hati, "Sebenarnya ada apa denganmu? Kamu begitu dingin pada awalnya, lalu jadi ramah, kemudian menghilang."
Kamu...
Seperti angin!

*****

Ada satu pertanyaan besar dalam diriku. "Apa kamu sudah tidak mau berteman denganku lagi? Hingga berpura-pura baik atau bagaimana?"

Aku tak tau harus berbuat apa.
Seseorang menyarankanku untuk tidak memulainya lagi.
Obrolan itu.
Yang selalu ku mulai setiap habis shalat Dzuhur. Dan berhenti saat Shalat Ashar.
Kamu.. yang dingin dan ramah dalam waktu yang sama.
Aku ingin tau, apa reaksimu?
Tetap dingin? Atau mencoba memulainya?

Berhenti Bernafas...

Kamis, 25 Desember 2014

Sedih itu, ketika kita tahu bahwa 'dia' tidak peduli lagi.

~·~·~·~·~

Ku pejamkan mata.
Berhenti bernafas dan menahannya beberapa menit.
Andai saja, melupakanmu bisa semudah berhenti bernafas.
Aku rela, untuk tidak bernafas selamanya...

*****

Betapa hebatnya kamu!
Datang tiba-tiba lalu menghilang tanpa jejak.
Kamu seakan bermain di kepalaku. Bersembunyi di suatu bagian yang tidak ku ketahui. Kemudian muncul dan membuat seluruh sistem sarafku lumpuh seketika.

Kamu...
Yang tersembunyi di relung hati terdalam.
Sekian lama pergi lalu datang dengan wajah yang berbeda.
Membawa setiap kenangan yang pernah kulalui.
Diiringi dengan serpihan kecil kisah yang pernah kita lewati.

Kini, suaramu masih dapat ku dengar. Meskipun sudah 48 jam kita tidak berkomunikasi lagi.
Suaramu terus menggema di telingaku.
Masih jelas terdengar meski ragamu berdiri ribuan kilometer jauhnya dariku.

*****

Ingin sekali aku punya kemampuan 'membaca pikiran orang lain'
Aku ingin tahu, apa yang kamu pikirkan tentangku?
Apa yang kamu rasakan ketika mendengar suaraku?
Apa kamu pernah mengingatku?
Apa yang sedang kamu lakukan?
Apa kamu mengerti setiap maksudku?
Dan banyak pertanyaan lainnya.

Tapi sayang, aku tidak punya kemampuan itu. Jadi yang bisa kulakukan sekarang hanya diam.
Berharap kamu tidak akan berubah dan terus menahan nafas.

"Tolong.. Jangan buat aku ragu padamu..."

Maaf

Maaf...

Cuma itu yang bisa gue bilang.
Satu kata yang benar-benar sulit untuk gue ucapkan.
Satu kata yang memiliki banyak makna.
Satu kata yang menurut orang lain, gak akan bisa menyelesaikan masalah.
Satu kata yang ingin sekali gue ucapkan di depan dia.
Satu kata yang mengartikan sebuah penyesalan.
Penyesalan yang pernah gue lakukan ke dia!
Dan bodohnya, sampai sekarang pun, gue belum mengatakannya.

*****

Gue bingung harus memulai ceritanya darimana. Tapi yang jelas, saat ini gue benar-benar menyesal. Gue tau, kata penyesalan itu gak akan memperbaiki keadaan. Gue juga tau, penyesalan itu selalu datang terlambat.Di saat gue baru tau, betapa baiknya dia sama gue. Dan dengan jahatnya, gue telah membuatnya hancur begitu aja.

Gue benar-benar menyesal. Menyesal atas perilaku buruk gue ke dia. Omongan gue yang terkadang bisa membuat perasaan dia menciut. Atau ejekan yang biasanya gue kasih ke dia.

Menyesal itu memang selalu datang di akhir. Saat gue baru menyadari, betapa spesialnya dia buat gue. Dan di saat itu juga, gue harus menerima kenyataan pahit, kalau gue harus kehilangan dia. Dan selama itu juga, gue belum mengucapkannya. Ya, kata itu!

"Maaf,"

*****

Dulu, 4 tahun yang lalu, tepatnya! Gue sedang kenal sama seorang cowok. Kami duduk sebangku. So, aku jadi dekat sama dia. Menurutku (begitu juga menurut orang lain), dia adalah sosok cowok yang humoris, lucu, baik, dan pintar. Aku sering bercanda, belajar bareng, atau sekedar main saat ada jam kosong. Bahkan, aku pernah kesel sama dia. Ya, begitulah. Apa sih, yang bisa dilakukan anak kelas 4 SD jika mereka sedang berkumpul dengan teman sebaya mereka?

Hari-hari selalu dilewati dengan penuh canda dan tawa. Sampai, saat kami pindah tempat duduk. Kami jadi jarang ngobrol. Dan ketika itu juga, gue dapat informasi, kata temen-temen yang lain, dia suka sama gue.

Saat itu gue gak berfikir yang aneh-aneh. Biasa aja lah. Kalau ada yang suka sama gue, biasanya gue cuma diem dan cuek aja. 'Nanti juga berhenti sendiri.' Itu yang selalu gue fikir.Selama itu gue cuma diam. Gak ngerespon apa-apa. Tapi, ternyata kenyataan jauh beda sama apa yang gue bayangkan. Sempat beberapa kali, gue mergokin dia, lagi senyam-senyum ngelihatin gue. Dan jujur, awalnya gue gak nyaman dengan hal itu. Dan mulai saat itulah, gue sering ngejek dia atau nolak dia di depan temen-temen. Gue benar-benar bimbang saat itu. Gue bingung, dengan apa yang gue lakukan. Terkadang, pernah muncul dalam benak gue sendiri, "Stop, Tika!! Ini sudah keterlaluan! Kamu benar-benar jahat!" Gue gak bisa bohong sama diri gue sendiri, kalau gue juga gak tega ngelihat apa yang gue lakukan ke dia.

Sampai kelas 6, gue pindah sekolah(secara mendadak). Dan itu berarti, gue harus berpisah sama sahabat, temen, dan dia. Jujur, itu membuat gue agak terhenyak.

Kehilangan sahabat secara mendadak itu gak mudah! Gue harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Suasana baru. Banyak orang tak di kenal. Dan belum tentu, dari banyak orang itu cocok sama gue.

Dan setelah itu, dia gak ada kabar lagi. Sesekali, gue pernah chattingan sama dia lewat Facebook. Nanyain kabar, gimana prestasi dia di kelas, dan hal formal lainnya. Jujur, gue merasa seperti dihantui rasa penyesalan. Gue pengen banget minta maaf. Tapi, gue masih belum berani. Gue masih terlalu takut untuk bilang "maaf" ke dia dan mengungkit masa lalu yang kelam itu.

Gue pernah berfikir, kalau di film Cinta Brontosaurus, Bang Raditya Dika punya pendapat, 'Cinta itu bisa kadaluarsa.' Gue hampir setuju dengannya. Gue bahkan punya satu pendapat(yang gue sendiri juga masih ragu), kalau menurut gue 'Maaf itu bisa kadaluarsa'.

Ada secercah rasa malu dan takut di benak gue. Malu, karna harus mengakui kesalahan. Dan takut kalau dia gak mau maafin gue. Gue juga pernah berfikir, "Apakah dia masih ingat sama kejadian itu? Atau bahkan dia sudah lupa? 4 tahun itu bukan waktu yang sebentar. Gue sudah melakukan banyak kesalahan. Dan sampai sekarang, gue belum memperbaikinya. Masih sempatkah gue bilang maaf ke dia? Setelah sekian lamanya. Apakah tahun ini aku tidak bisa memperbaiki semuanya? Apakah karna sudah terlalu lama, hingga waktuku meminta maaf sudah kadaluarsa dan 'maaf' sudah jadi kata yang 'basi' sekarang?"

*****

"Aku minta maaf atas perilaku ku dulu. Aku benar-benar menyesal sekarang. Aku ingin mencoba untuk memperbaiki semuanya. Bisakah kamu berikan aku kesempatan? Kesempatan kedua? Aku harap, kata 'maaf' masih berlaku. Sebelum kata itu kadaluarsa. Dan tak layak pakai lagi."

Dunia Jungkir Balik!

Rabu, 24 Desember 2014

Kurasakan kepalaku pusing.
Ada apa ini?
Seketika segalanya kini berbeda.
Apa yang terjadi?
Aku mungkin telah melewatkan banyak waktu.
Aku muak! Ada apa dengan semua ini?

Jujur, aku tidak siap dengan berbagai perubahan.

*****

Aku berbaring di tempat tidur. Menenggelamkan kepala lebih dalam ke bantal dan menutupnya dengan guling.
Kubiarkan nafasku melambat dan diam dalam gelap.
Aku ingin bersembunyi. Kalau perlu tidak terjangkau oleh siapa pun!

*****

Kenapa kurasakan dia kini sangat berbeda?
Kenapa kulihat dia sekarang mulai menjauh?
Kenapa mereka seakan mulai tidak peduli?
Kenapa? Apa yang terjadi?
Kenapa aku sudah tidak sama lagi?

Ada banyak kata kenapa dalam otakku. Menari-nari dan tidak mau berhenti.
Belakangan ini, kurasakan hidup yang berbeda.
Kembali berhubungan dengan masa lampau membuatku ingin tetap. Tetap berada di posisi yang sama. Padahal sudah terlihat secara nyata, kita semua tumbuh dan berkembang jadi sosok yang semakin kompleks.

Aku jadi stress sendiri!
Entah kenapa, sulit untukku mengakui ini semua.
Kupikir, semua ini terlalu cepat! Aku tidak bisa menerima semua prosesnya. Yang jelas-jelas membuat 'semua orang' kini terlihat (bagiku) telah berubah.

*****

Teman yang dulu (menurutku) begitu care sekarang jadi cuek dan dingin.
Saudara yang dulunya masih bercanda bersamaku, sekarang mulai sibuk dengan gadget dan hal menyenangkan yang dia punya.
Aku yang dulu begitu semangat, justru kini sangat lemah dan tidak berdaya.
Apa-apaan ini?
Oh, Tuhan! Kurasakan dunia sudah jungkir balik!!

*****

Aku masih diam dalam tempat yang sama. Di balik selimut tebal, kucoba untuk menutupi setiap kekesalan, amarah, kekecewaan, rasa bingung, dan canggung.
Aku tau, akhir-akhir ini aku mulai dekat dengan masa lalu. Menjelajah mengingat setiap kenangan yang pernah kulalui bersama orang-orang yang dulu. Hidup dalam waktu yang telah lewat. Dan bodohnya, aku masih tetap menganggap mereka semua sama!
Bagus sekali!
Ini salahku!!

Bagaimana bisa?
Sulit untukku mengaku kalau orang-orang yang pernah hidup bersamaku (dulu), kini mereka datang dengan wajah dan sikap yang berbeda.
Tidak mudah bagiku untuk menerima kenyataan kalau segalanya sudah tidak sama lagi.

*****

Dan sampai detik ini aku masih belum tau, sampai kapan aku terus hidup dalam bayangan masa lampau itu.
Sementara waktu terus berjalan hingga membuatku semakin tidak sanggup.

Let me go home...

Sabtu, 20 Desember 2014

Jantungku berdetak lebih cepat.
Perutku seakan teraduk dan rasanya begitu aneh.
Dengan hati berdebar, aku tersenyum.
Aku lupa. Sudah berapa lama aku tidak merasakannya.
Rasa ini..
Rasa yang pernah hilang.

*****

Suara Michael Buble berputar di kepalaku. Dengan tenang, aku ikut bernyanyi.

"Another summer day
Has come and gone away
In Paris and Rome
But I wanna go home

May be surrounded by
A million people I
Still feel all alone
Just wanna go home...

Oh, I miss you, you know

And I've been keeping
All the letters that I wrote to you
Each one a line or two
"I'm fine baby, how are you?"

Well, I would send them but I
Know that it's just not enough

My words were cold and flat
And you deserve more than that

Another aeroplane
Another sunny place
I'm lucky I know
But I wanna go home

I got to go home..
Let me go home..

I'm just too far
From where you are
I wanna come home

And I feel just like I'm living someone else's life
It's like I just stepped outside
When everything was going right

And I know just why you could not come along with me
This was not your dream
But you always believed in me..

Another winter day
Has come and gone away
And even Paris and Rome
And I wanna go home
Let me go home...

And I'm surrounded by
A million people I
Still feel alone
Let me go home

Oh, I miss you, you know..

Let me go home...

I've had my run
Baby, I'm done
I gotta go home

Let me go home...

It'll all be alright
I'll be home tonight
I'm coming back home..."
(Michael Bublé - Home)

*****

Ku pejamkan mata sejenak.
Menikmati setiap lirik yang terdengar.
Ikut larut bersama dalam rasa yang sama.
Aku ingin pulang...

Ragu

Minggu, 14 Desember 2014

Aku kembali membuka aplikasi blogger.
Menulis. Sesuatu yang sudah jarang ku lakukan akhir-akhir ini. Ya.. begitulah, setumpuk jadwal ulangan dan tugas SKL membuatku pening dan hampir menguasai separuh waktuku 3 bulan terakhir ini. Ditambah sekarang aku jadi miskin inspirasi. Setidaknya seperti itu keadaanku sekarang.

Aku ragu harus mulai darimana. Saat ini, tepatnya detik ini, sesuatu mengganjal pikiranku. Membuat perasaan terasa janggal dan bimbang. Mungkin, ini pengaruh dari PMS. hmm.

*****

Pernahkah kalian merasakan rasa senang dan sedih secara bersamaan? Tersenyum seakan raga mulai ingin melayang tinggi. Beberapa menit kemudian kau ragu, bimbang, bingung, hingga jatuh dan rasa sakitnya itu luar biasa. Pernahkah?
Kurasa, aku mengalaminya sekarang.

Seseorang datang tak terduga dalam mimpiku. Membuatku kaget dan memikirkannya seharian. Kucoba melihat akun media sosialnya dan (seperti yang ku tahu) dia jarang aktif. Sama sepertiku. Aku bahkan lupa, kapan terakhir kali aku membuka akun miliku sendiri. Terakhir, ada pesan masuk di akunku yang berasal darinya. Tertulis tanggal pengiriman 3 Desember 2014 tepatnya 1 minggu (lebih 4 hari) yang lalu.

Tak heran, dia mengirimkan sebuah video. Aku mengenalnya, dia orang yang humoris dan begitu PD. Berbanding terbalik denganku yang aneh dan labil-_-

Setelah itu, aku tak tahu kelanjutannya bagaimana. Sebenarnya aku ingin menceritakan lebih lanjut, tapi (untuk kesekian kalinya) aku ragu.

Aku juga bingung. Entah kenapa belakangan ini hidupku penuh keraguan.

Motivasiku

Sabtu, 13 Desember 2014

Masih ku ingat beberapa hari yang lalu. Saat kita masih duduk sebangku dan mengobrol ketika jam pelajaran berlangsung.
Dengan suara pelan, kau terus menjelaskan. Sesekali diselingi dengan gerak tangan.
Saat itu juga aku mulai mengetahui. Menyadari sebenarnya bagaimana sifatku ini. Dan kau memang benar, ada segenggam ketakutan yang merangkulku. Yang selama ini kusembunyikan dan entah kapan aku akan menghapusnya.

*****

"O.. aku paham! Menurutku ya, kamu itu udah baik. Kam nggak mau orang itu terlalu menggemborkan kelebihan km. Cuma ada ketakutan gitu dalam diri kam." Dia melanjutkan, "Memang sih, terkadang pujian itu bisa palsu. Bisa gak tulus. Tapi kalau kritik, itu pasti benar! Nggak pernah palsu. Langsung dari hati." Dan aku membenarkan ungkapannya itu.

Jam pelajaran B. Indonesia hari itu kami lewatkan dengan obrolan tentang berbagai masalah. Bisa dibilang, aku curhat dengannya. Ya.. hanya bercerita tentang apa yang membebani pikiranku saat itu.
Tapi di luar dugaanku, dia mampu menebak semuanya. Bahkan dia menjelaskan apa sebenarnya masalah yang ku hadapi dan berkata, "Kalo aku jadi kamu, sih, ya lupain aja. Jadikan kritikan itu sebagai cambuk untuk kita menjadi lebih baik lagi."
"Harusnya kamu lebih optimis untuk bisa mempertahankan apa yanh telah orang berikan sama kamu. Kamu harus menjaga pencitraan yang telah mereka labelkan untukmu. Itu gak mudah, loh. Aku juga tau, kamu berusaha keras untuk bisa sampai pada titik itu."

Jujur saja, dengan dia yang mengatakan hal itu padaku, itu memberikan secercah semangat untukku lagi. Apa yang dia katakan semuanya benar. Perlu keberanian lebih untuk bisa memdapatkan apa yang kita inginkan. Terima kasih. Sengaja atau tidak, kamu telah membangkitkan semangatku lagi. Optimis dan percaya diri!

*****

Saat itu kusimpulkan, pelajaran apa yang ku terima hari itu, dan aku bertekad, "Aku akan berusaha sekuat mungkin, mempertahankan apa yang telah aku miliki. Karna aku sendiri pun tahu, tak mudah untuk mendapatkan semua ini. Insya allah, aku akan berusaha memegang pencitraan atas diriku ini. Dan kalau pun aku gagal, aku harus siap menerimanya! Karna aku sendiri pun tahu, ada orang yang lebih kecewa daripada aku. Insya allah, aku harus mampu bertahan. Amin."

Thanks for you... "SNPS"

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS