Saya mencintai buku ini. Sangat mencintainya.
The girl on paper bercerita mengenai seorang penulis
buku Trilogie Des Anges yang sangat
terkenal bernama Tom Boyd. Ia menjalin hubungan asmara dengan pianis muda nan
cantik, Aurore, sebelum akhirnya lamarannya ditolak dan ia terjebak dalam
obat-obatan, alkohol, hingga mengalami writer’s
block. Keadaannya semakin terpuruk ketika Milo, sahabatnya, memberitahu
kalau mereka telah ditipu dan kehilangan hampir dari seluruh tabungan dan kepemilikan atas rumahnya.
Suatu malam, tiba-tiba seorang gadis tanpa busana
memasuki rumahnya. Ia mengaku sebagai Billie, gadis yang menjadi salah satu
tokoh dalam novelnya. Sebelumnya, Milo telah memberitahu Tom bahwa buku Trilogie Des Anges Vol. 2-nya mengalami
kesalahan cetak tepat di halaman 266. Ada kalimat yang terputus dan sisanya
hanya berupa halaman kosong.
Billie menyeka matanya yang menghitam oleh lelehan maskara.“Kumohon, Jack, jangan pergi seperti ini.”Namun, pemuda itu sudah mengenakan mantelnya. Dia membuka pintu, tanpa sekali pun menatap kekasihnya.“Kumohon!” seru gadis itu, jatuh
Tentu, Tom tidak memercayai hal itu. Namun beberapa pertanyaan yang dijawab dengan sangat tepat oleh Billie, membuat
sedikit keraguannya memudar. Terlebih lagi, setelah mereka melakukan
kesepakatan: Billie akan membantu Tom untuk kembali bersama Aurore, dan sebagai
imbalannya, Tom harus menyelesaikan buku ketiganya agar bisa memulangkan Billie
ke dalam dunia fiksinya.
Mereka menempuh perjalanan yang panjang dan penuh
petualangan menuju Meksiko agar Tom dapat bertemu dengan Aurore. Perjalanan
yang mengantarkan mereka justru kepada pengembaraan yang lebih jauh lagi. Buku
terakhir yang mengalami kesalahan cetak pun turut menjadi bagian dari masa lalu orang-orang yang sempat
membacanya. Kelak, kita akan berhenti pada awal di mana cerita itu bermula. Seorang gadis kertas yang penuh dengan teka-teki dan penulis yang
akhirnya menemukan cintanya kembali.
***
Buku ini memiliki ide cerita yang sangat menarik,
menurut saya. Seorang gadis yang keluar dari buku. Sebenarnya, ini bukan
pertama kalinya saya menikmati cerita dengan ide pokok semacam ini. Ruby Sparks
dan Goosebumps adalah beberapa film yang juga mengangkat ide cerita yang sama. Meskipun terbilang sudah pasaran, saya
rasa konsep cerita ini tetap menarik untuk dinikmati maupun dikembangkan. Saya
semakin meyakini hal itu ketika menemukan buku ini.
The girl on paper ditulis dengan gaya yang modern
dan bebas tanpa kehilangan sisi romantismenya. Pembaca tidak akan dibuat bosan
dengan setiap rangkaian kata yang disajikannya dengan penuh keserasian dan
menggelegak emosi. Persis seperti apa yang penulis katakan di halaman 290:
Sebuah buku hanya akan hidup kalau dibaca. Para pembacalah yang menyusun potongan-potongan gambar dan menciptakan dunia imajiner tempat para tokohnya hidup.- Hal. 290
Banyak hal yang saya peroleh dari novel karya
Guillaume Musso ini. Meski sejujurnya, ini adalah karya pertamanya yang saya
baca. Penulisannya yang ringan sangat cocok dengan genre cerita yang memang
ditujukan untuk kaum muda. Saya mampu merasakan gejolak dari majas-majas yang
digunakan penulis, sekaligus meresapi makna yang ingin disampaikannya. Ya,
semudah itu. Penyajiannya yang menambahkan kalimat-kalimat bijak dari banyak
ahli dan penulis lain juga menjadi pemanis buku ini. Tidak heran kalau saya
menempelkan banyak sticky notes dalam
lembaran-lembarannya.
Aku ingin kau tahu apa keberanian sejati itu,bukan dengan membayangkan seorang laki-laki dengan senjata di tangan.Keberanian sejati adalah ketika kau tahu bahwa kau kalah sebelum kau memulainya,tapi kau tetap memulainya dan tetap bertindak,apapun yang terjadi.-Harper Lee
Hal yang disayangkan dari novel ini hanya sedikit
kesalahan pengetikan yang saya temui di beberapa bab-nya. Namun seperti yang
saya katakan tadi, sedikit. Sehingga hal itu
termaafkan dengan banyaknya kelebihan yang saya temui dari buku ini. (Seperti yang
kita tahu, kita tidak boleh terfokus hanya pada satu kesalahan. Sementara di
sisi lain kita bisa menemukan banyak kebaikan #curcol). Selain itu, sudut
pandangnya yang berubah-ubah sedikit membuat saya bingung. Tetapi setelah
menelan beberapa bab berikutnya, saya mulai bisa menyesuaikan diri dengan plot ceritanya. Selanjutnya, mudah saja bagi saya untuk masuk dan tenggelam
bersama imajinasi yang saya bangun sendiri.
Terlepas dari kelemahan yang termaafkan itu, saya
puas dengan novel ini. Tidak sia-sia, saya berjuang mencarinya seorang diri
#curcollagi. Sama seperti sebelumnya, saya mencintai buku ini. The girl on
paper tidak sekadar menunjukkan keputusasaan seorang lelaki yang patah hati pada cinta yang ia idam-idamkan. Novel ini juga melahirkan sisi lain dari
kehidupan seorang penulis dan dunia yang ia tinggali beserta orang-orang yang
ada di sekitarnya. Hal penting yang saya serap dari buku ini adalah:
Membaca bukan hanya perihal tentang mengeja kata demi kata di dalam hati lalu menghubungkannya menjadi untaian kalimat. Lebih dari itu, membaca adalah tentang membangun karakter. Tenggelam di dalam imajinasi yang tidak ada batasnya. Membaca ialah segala hal tentang menghidupkan cerita dan bagaimana cara kita untuk hanyut dalam fantasi yang kita ciptakan sendiri.- Atika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar