Kalau mendengar judulnya, mungkin
belum terdengar familier. Tapi, bagaimana dengan penulisnya?
Gillian Flynn adalah penulis Best Seller novel Gone Girl yang juga telah
diadaptasi ke dalam film pada tahun 2014. Salah satu film terbaik dan masuk ke
beberapa nominasi penghargaan film. Genre dari kedua buku Gillian
sendiri, tidak jauh berbeda. Berkaitan dengan pembunuhan, misteri, dan wanita.
Bahkan setelah menikmati dua karya Gillian dalam bentuk buku dan film, saya
berpikir kalau Gillian memang ingin menunjukkan sisi kelam dan liciknya seorang
wanita. Karena Gillian akan mengenalkan kita pada sosok wanita yang sangat
berbeda daripada yang biasa kita temui. Jauh dari kata manis, lembut, dan
ramah. Ya, meskipun tidak semua karyanya menggambarkan hal itu. Berikut adalah sekilas trailer dari film Gone Girl:
Sharp Objects sendiri berkisah
mengenai seorang reporter berita kriminal bernama Camille Preaker. Ia
ditugaskan oleh atasannya untuk meliput sekaligus menyelidiki kasus pembunuhan
dua anak perempuan di kampung halamannya, Wind Gap. Sebenarnya ia tidak mau,
tapi ia tidak punya pilihan lain. Camille harus kembali ke tempat yang paling
ia hindari. Bertemu dengan orang yang paling ia jauhi, Ibunya. Hubungan Camille
dan Ibunya memang tidak baik. Sejak kecil, ia tidak pernah dekat dengan Ibunya.
Sementara Ayah, Camille bahkan tidak mengetahui nama laki-laki yang harusnya
menjadi sosok Ayah baginya. Ia hanya mengenal Alan, suami baru Ibunya yang juga
Ayah dari adik tiri yang ia sayangi, Marian. Sayang, Marian meninggal karena
sakit yang ia derita ketika Camille berumur 13 tahun. Hal itu semakin membuat
jarak antara Camille dan Ibunya.
Bertahun-tahun tidak kembali ke
kota kelahirannya, tidak banyak yang berubah. Hampir semuanya masih sama begitu
pula dengan orang-orangnya. Camille bisa bertemu dengan beberapa teman lamanya
dan teman Ibunya. Ia juga bertemu Amma, adik barunya yang kini menginjak umur
belasan tahun. Begitu muda dengan kebinalan yang sangat lihai ditutupi lewat
tingkah manis dan lugunya. Selama mencari berita yang bisa dikutip, Camille
turut berusaha untuk mencari tahu pelaku pembunuhan. Awal yang memperkenalkannya
dengan Richard, seorang detektif khusus dari Cansas City yang sengaja dipanggil
untuk menyelidiki kasus tersebut. Itulah yang saya sukai dari Gillian Flynn. Ia bisa
membungkus percintaan, kegilaan,
kebrutalan, dan kesedihan dalam satu paket yang apik.
Masalah selalu datang jauh sebelum kau benar-benar melihatnya.
- Hal. 83
Satu hal pasti
yang bisa dijadikan garis besar dari novel ini. Sakit.
Entah itu
menyakiti, disakiti, bahkan mencari kesenangan dari rasa sakit itu sendiri.
Mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa buku ini diberi judul “Sharp Objects”.
Membaca buku ini, kalian akan diajak untuk berhadapan dengan kegilaan yang
perlahan akan menggiring kalian untuk membuka rahasia yang tersembunyi. Sesuatu
yang bisa jadi sesuai dengan apa yang kalian pikirkan atau malah sebaliknya.
Dari segi
penulisan, saya tidak mengalami kesulitan yang berarti. Sharp Objects milik
saya, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga saya juga kurang
tahu dengan tulisan asli yang menggunakan bahasa Inggrisnya. Namun, dari terjemahannya,
saya masih bisa menangkap maksud yang disampaikan oleh Gillian. Meskipun ada
beberapa kalimat yang perlu dibaca beberapa kali untuk memahaminya. Terlepas
dari penulisan, Sharp Objects mengajarkan sesuatu yang baru bagi saya. Mungkin juga
kalian, para pembacanya.
Kadang-kadang saat kau membiarkan orang-orang melakukan sesuatu padamu, sebenarnya kau melakukannya pada mereka.
- Hal. 328
Sayangnya, bagian
akhir dari novel ini terkesan buru-buru dan terlalu cepat. Seolah teka-teki
terungkap dengan begitu saja. Tanpa penambahan atau pengurangan. Sehingga lebih
terlihat sebagai pemaparan dari rahasia demi rahasia. Seperti kunci jawaban
yang dibuka satu persatu. Selain itu, secara subjektif, saya mengalami
kepatahatian di bagian akhir. Karena, tebakan saya mengenai ending novel ini ternyata benar. Bagi
saya, itu sesuatu yang buruk sekaligus menyenangkan. Buruk, dikarenakan tebakan
yang benar, saya justru tidak bisa merasakan ketakjuban yang harusnya saya
alami. Saya tidak terkejut di saat seharusnya saya terkejut. Hal itu yang membuat saya malah tidak bisa
menikmati bagian akhirnya secara maksimal. Bagian menyenangkannya adalah, ya
jelas, karena tebakan saya benar mengenai akhir ceritanya. Kalian tahu? Betapa bahagianya
ketika saya ternyata memiliki jalan pikiran yang sama dengan penulis buku ini.
Secara
keseluruhan, saya menyukai buku ini. Sebagai novel bergenre thriller, Sharp Objects bisa menjadi
salah satu hiburan yang menyenangkan, menegangkan, sekaligus mencengangkan.
Secara tidak langsung, Gillian juga menunjukkan lika-liku yang harus dihadapi
oleh seorang reporter kriminal seperti Camille. Ada satu kutipan yang paling
saya sukai dalam novel ini terkait dengan profesi reporter:
Reporter itu seperti vampir. Mereka tidak bisa masuk ke rumahmu tanpa undangan, tapi sekali mereka masuk, kau tidak akan bisa mengeluarkan mereka hingga mereka menyedot darahmu sampai kering.
Hal. 138-139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar