Tentang Beradaptasi dan Perubahan

Rabu, 28 November 2018

Hal pertama kali yang terlintas di benak saya saat ini adalah kedinginan.
Ingin rasanya saya menangis sambil berkata bahwa saya tidak kuat. Tetapi ini baru awal, bahkan untuk menjejakkan kaki di garis start pun rasanya belum sampai. Saya masih jauh, masih sangat jauh. Perjalanan yang akan saya tempuh masih terbentang luas di hadapan saya saat ini. Kalau yang begini saja saya sudah lemah, bagaimana nanti?

Saya dan mungkin kita semua selalu menyepakati, kalau beradaptasi itu tidak pernah mudah. Segala fase perubahan yang dialami setiap manusia selalu tidak mengenakkan. Kita belum biasa dengan suasana baru, tidak mengerti akan beberapa hal, masih mencari pijakan yang pasti untuk berjalan. Bagaimanapun kita telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya, perubahan seringkali sulit untuk kita terima. Ada rasa enggan bagi kita untuk berpindah dari tempat yang sudah kita rasa nyaman. Ada keraguan saat kita harus keluar dari zona tetap yang sudah kita tinggali cukup lama. Namun kembali lagi, kita ini manusia yang hakikatnya memang selalu hidup dinamis, berkelanjutan. Jika tidak berlanjut, ya berarti kita sudah mati. Sebagai manusia, mau tidak mau kita harus terus dihadapkan atas beragam masalah dan perubahan. Siap tidak siap, kita harus terbuka untuk semua hal itu. Sekarang tinggal tergantung dari bagaimana cara kita menyikapinya. Dari langkah apa yang bisa kita ambil untuk terus hidup dan berjalan.

Memasuki dunia baru, entah itu sekolah, kuliah, maupun lingkungan pertemanan, kerap menjadi momok tersendiri bagi saya. Ada perasaan takut atau kekhawatiran yang muncul setiap kali saya harus menginjakkan kaki untuk pertama kalinya pada tanah yang baru. Bagaimana kalau nanti saya seperti ini? Apa jadinya kalau yang lain begini? Bisakah saya begitu? Aduh, mereka itu bagus sekali! dan berjuta ungkapan lainnya. Saya memang termasuk orang yang overthinking akan suatu hal. Pemikiran berlebihan yang kerap membuat saya jatuh dan capai sendiri. Jujur saja, setiap kali memulai adaptasi, perasaan minder itu selalu datang. SELALU. Namun entah mengapa, Alhamdulillah, dengan berbagai cara saya pasti bisa bangkit dan bertahan lagi. Begitu pula saat ini. Oleh karena itu saya menyadari, bahwa ini bukanlah pertama kalinya saya seperti ini.

***

Seperti yang saya sampaikan di awal, hal pertama kali yang saya tahu adalah tangan saya terasa sangat dingin hingga saya harus memasukkannya ke saku rok agar terasa lebih hangat. Sesekali bisa pula saya merasa agak mual atau sedikit pusing dan mengantuk. Itu bukan apa-apa. Di hari pertama menggunakan lift, saya merasa pusing dan mual. Saya tidak biasa dengan kondisi-kondisi seperti itu. Keesokan harinya, saya amat bersyukur ketika diberitahu bahwa saya dilarang menggunakan lift dan diharuskan memakai tangga. Saya memang lebih memilih memakai tangga.

Dari pengalaman ini, entah, mungkin ini memang hanya ada di kepala saya saja. Tapi bagaimanapun juga, sering sekali muncul perasaan bahwa saya sulit untuk berada di tempat itu. Mulai dari lingkungannya secara material, namun juga termasuk lingkungan sosial dan aspek lainnya. Saya merasa berbeda. Saya merasa kalau saya harus bekerja lebih keras daripada yang lain. Saya harus bisa lebih giat daripada yang lain. Saya harus mampu lebih kuat daripada yang lain. Karena pada kenyataannya, untuk bisa menyesuaikan diri dengan tempat itupun bahkan saya masih belum bisa. Saya merasa kalau saya tertinggal cukup jauh.

Sebenarnya pemikiran ini sudah saya anut sejak dulu. Pemikiran bahwa saya ini selalu berbeda. Terlebih karena latar belakang sosial saya yang juga tidak sama dengan yang lainnya. Justru itulah yang kerap menguatkan saya kembali. Menjadi cambuk bagi saya agar mampu bertahan dan tidak pernah berhenti berjuang. Terlebih ketika mengingat orang tua saya. Bagaimana lelahnya Ibu saya yang duduk di warung menunggu kedatangan saya. Betapa mengantuk dan capainya Ayah saya agar dapat meluruskan niat saya berada di gedung yang saya pijak sekarang. Saya tahu usaha mereka sangat besar untuk saya. Maka dari itu, saya justru harus lebih kuat dan keras lagi agar bisa menunjukkan bahwa apa yang telah mereka berikan sampai detik ini tidak ada satupun yang terbuang. TIDAK ADA.

Berkaca dari orang lain itu terkadang diperlukan, agar kita tahu sudah sampai sejauh mana kita sekarang. Namun selebihnya, semua berada di tangan kita sendiri. Kita harus tetap fokus dan melihat jalan kita sendiri. Melihat apakah diri kita sudah lebih baik dari sebelumnya atau mungkin belum ada perubahan apa-apa. Pada akhirnya, ini bukan tentang orang lain. Melainkan, bagaimana kita bisa melampaui diri kita sendiri.

Beradaptasi itu memang suatu keharusan. Saya pasti bisa berubah. Saya pasti bisa melampaui diri saya sebelumnya, dan terus berkembang menjadi manusia yang lebih baik.

Saya pasti bisa.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS