2021

Rabu, 10 Maret 2021




Lama tidak bersua, apa kabarmu?

Kuduga bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja.

Sabar sayang, tenangkan dirimu. Ada banyak hal yang harus kau urai satu persatu. Aku mengerti, hatimu sedang patah sepatah-patahnya. Hancur berkeping hingga tidak menyisakan utuh sedikitpun. Kamu menjadi gila di setiap malamnya dengan menangis dan terluka seorang diri. Bingung dan bimbang di kala siang, lalu tersesat. Begitu saja polanya terulang setiap hari.

Jangan takut melepaskan, sayang. Jangan melimpahkan kasih sayang, cinta, dan rasa kasihanmu kepada orang yang tidak bisa menghargai itu. Ingat Ayahmu? Ibumu? Mereka juga terluka. Lalu mengapa masih kau lanjutkan jalan berbatu dan tiada ujung seperti itu. Apa kau memang ingin menggali kuburanmu sendiri?

Boleh jujur? Aku tidak pernah menyangka kau bisa sekejam ini pada dirimu sendiri. Hatimu terluka. Kau tau persis itu. Mengapa sepertinya otakmu sudah kau tinggal jauh sejak lama sebelum kau mengenal apa itu rasa nyaman dan tipuan. Sampai kapan kau mau menyakiti diri sendiri? Apa yang sebenarnya kau tunggu dan harapkan? Traumamu begitu besar. Mungkin kau akan takut mengenal orang baru, mungkin pula sulit meletakkan kepercayaan pada orang lain, namun bukan berarti kau harus terkungkung dalam lingkaran setan yang sama berulang-ulang.

Semakin dirimu tahu, semakin banyak kebohongan yang kamu temui. Kenapa kamu masih begitu bodoh?

Dia menyakitimu tidak ada ampun. Menipu, menipu, kemudian menipu lagi. Apa yang membuat hatimu masih saja bertahan dan memberikan belas kasih?

Aku kasihan padamu. Sungguh.

Sekali lagi, aku ingatkan. Aku hanya bisa memberimu pesan, bahwa sayangi dirimu. Ia lelah harus menangis lantas berpura-pura bahagia, kemudian jatuh tersungkur lagi setiap malamnya. Ada banyak ketakutan dan kekhawatiran yang kini bersarang di benaknya. Ada banyak kebimbangan dan keraguan yang menghantuinya, padahal sudah jelas jalan tersibak. Terbuka putih dan hitam. Kembalikan kesadaranmu, sayang. Yang seharusnya kamu kasihani itu adalah dirimu sendiri, bukan orang lain.

.

Selasa, 04 Februari 2020

"Kepalamu hanya satu, tapi kenapa kerasnya seperti batu?"

Suara itu berputar-putar di kepala.
Ada banyak kata yang terjebak, sedikit sekali yang terbaca
Kalau bisa memilih, andai bisa, bisakah memilih untuk tidak ada?
Katanya kalau seperti itu jadi tidak bersyukur
Nyatanya, selalu datang yang buruk dan gelap

Air itu jatuh lagi
Mungkin karena hal yang tidak ada
Atau justru karena hal yang diada-ada
Kenapa bisa begitu?

Andai saja bisa memilih, kalau bisa, bisakah memilih untuk tidak ada?
Katanya kalau seperti itu jadi tidak menerima, melanggar kondrat-Nya
Pernah berpikir bagaimana bisa lahir
Tumbuh dengan ingatan-ingatan yang tidak ingin diterima
Tapi jika memandang kaca
Ada yang buruk, jauh
Ada yang bertahan, ada yang tidak. Pilih mana?

Kadang malam itu datang lagi
Mengetuk lalu memanggil teman-temannya
Ia bilang, bisa lebih baik
Bisa jadi iya, bisa juga tidak

Terima saja, mau seperti apa lagi, katanya suatu kali
Pernah lihat anak kecil? Ia berjalan, terjatuh, menangis
Namun tetap berjalan lagi
Kenapa banyak berpikir?

Tidak tahu.
Kalau saja bisa memilih, andaikan bisa, bisakah untuk berdamai saja?
Tidak perlu macam-macam.
Cukup berpejam dan melompat saja.

Hilang Kepala

Selasa, 28 Januari 2020

Hai

Lama tidak bersua, apa kabar?

Syukur, aku masih ingat ada tempat ini.
Ada laman ini.
Ada kebiasaan ini.

Berbulan-bulan tidak pulang membuatku lupa pada rumah.
Mencari-cari sesuatu yang tidak ada
Memupuk asa yang panjang, hingga hilang dan tumbang
Banyak yang kudapat,
Tidak sedikit juga yang lepas

Maaf diri, aku belum bisa bertahan
Maaf diri, karena masih sering kecewa
Maaf diri, belum mencoba lebih baik

Kadang kita memang perlu
Diam dan tidak melakukan apa-apa
Lihat, awan itu berarak perlahan
Coba pandang, pohon cemara itu tinggi
Tidakkah kamu merasa dirimu kecil?

Tidak selalu tanda tanyamu itu ada jawabannya
Cukup amati lalu lihat sudut baiknya
Wajar salah, sungguh tidak apa
Jangan takut

Isi kepalamu tidak harus batu semua
Hatimu perlu hitam, putih, kuning, merah, abu
Jadi, apa yang membuatmu resah?

Yang bahagia itu kamu,
Yang menerima itu kamu.
Jika kamu bisa menerima,
Kamu bisa bahagia.

Sumber: Pinterest

Kontemplasi

Minggu, 14 Juli 2019

Assalamu'alaikum, wr, wb

Alhamdulillah, akhirnya setelah hiatus untuk beberapa lama saya bisa kembali ke blog ini lagi. Lebih tepatnya masih ingat kalau saya punya blog. Kesibukan saya sejak awal tahun adalah kuliah. Kali ini saya tidak mau beralasan kalau jadwalnya padat, melainkan memang saya sendiri yang sangat malas untuk menulis. Bahkan kemalasan itu tertular pada kebiasaan membaca juga. Saya masih belum ada membaca buku full satupun sejauh ini. Kebiasaan baru yang saya lakukan justru mengecek handphone, membuka media sosial, atau seringnya menonton konten di YouTube. Alangkah sudah banyak berubah diri saya ini. Saya tidak tahu penyakit apa yang tengah menggerogoti hampir seluruh tubuh, bahkan ke dalam kepala dan pikiran. Saya tidak bisa lepas dari benda persegi panjang yang polos tapi licik itu. I'm addicted.

Masalah lain yang saya hadapi saat ini adalah kesulitan tidur di bawah pukul 11.00 pm. Entah mengapa, selama liburan ini saya justru tidur tepat tengah malam atau lebih. Hal itu yang membuat saya bangun dengan kantung mata yang tebal, wajah lesu, dan mood buruk seharian. Saya sudah salah mengawali hari, maka sepanjang harinya akan jadi terasa lebih sulit. Saya menyadari betul semua yang saya kerjakan sekarang sangatlah salah. Tetapi kembali lagi, rasanya badan sangat sulit untuk digerakkan berdiri mengikuti kata hari. Nafsu saya terlalu besar untuk dibendung. Memang dasar manusia.

Saat ini, saya tengah mengetik dengan kepala yang lumayan pusing sejak tadi pagi. Rencananya saya ingin tidur lebih awal malam ini. (Itu rencana yang selalu saya usahakan, namun tak pernah berhasil). Jika saya bisa bangun esok hari dengan tenaga yang prima dan mood yang baik, saya pasti bisa menggerus rasa malas ini sedikit demi sedikit. Dan satu lagi. Kebiasaan pertama saat bangun tidur yang selalu menyentuh layar hp hampir membuat saya gila. Mengapa rasanya sangat sulit menghentikan sifat seperti ini?

Huftt.
Tenang Atika, semua bisa dilakukan tahap demi tahap.
Don't look the whole stairs. Just take the first step.
The first step.

Saya punya banyak harapan dan mimpi. Tentu saya juga punya perencanaan. Tetapi semuanya terasa berantakan hanya karena saya tidak bisa tidur di awal waktu, selalu membuang waktu, dan menunda-nunda pekerjaan. Biasanya untuk mengatasi ini, saya perlu mencari motivasi baru. Menggali lagi atau mengilas balik, apa yang mesti saya perjuangkan sampai akhir.

Sekarang saya mengantuk. Sudah beberapa kali menguap. Saya harus bisa mengalahkan diri saya sendiri.


Sosialisasi Pertama ^^

Selasa, 29 Januari 2019


Sumber: Instagram @hmbpoliban

Sabtu, 26 Januari 2019

Assalamu'alaikum, wr, wb.

Sebagai pengawal tahun, mungkin ini adalah tulisan kedua saya. Alhamdulillah, ada sebuah cerita yang bisa saya bagikan hari ini. Saya mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk bisa mengisi materi dalam suatu acara bakti sosial yang diadakan oleh salah satu perguruan tinggi di daerah saya. Suatu kebetulan yang sangat sayang jika disia-siakan. Teman SMA saya menghubungi saya untuk menjadi pemateri mengenai "Cara Menyikat Gigi" bersama adik taman kanak-kanak yang ada di suatu desa. Tentu, bagi saya yang seorang mahasiswi semester 1 kedokteran gigi ini sangat menyenangkan. Terlebih saya belum ada pengalaman mengenai bakti sosial. Setelah menyelesaikan beberapa perkara, akhirnya diputuskan bahwa saya dan seorang teman laki-laki yang mengisi materinya. Sejak awal saya hanya berharap agar tidak mengganggu jalannya acara dan mampu memberikan pemahaman yang maksimal untuk anak-anak.

Beberapa hari sebelum acara, jujur, saya sangat gugup sekali. Saya tidak tahu bagaimana harus bersikap kepada anak kecil. Saya berpikir, justru lebih sulit memberikan pemahaman kepada seorang anak daripada orang tua. Bagaimana kalau nanti mereka tidak memperhatikan saya? Bagaimana kalau ilmu yang ingin saya bagi tidak tersampaikan dengan baik? Bagaimana kalau nanti ada anak yang ricuh? Bagaimana kalau orang tuanya menanyakan hal-hal yang bahkan jauh dari sepengetahuan saya? Apa yang harus saya katakan? Bagaimana cara saya bisa berbaur dengan baik bersama mereka? Segala kegelisahan itu menggantungi saya berhari-hari. Sembari mencari dental model yang dibutuhkan, saya terus berdoa agar diberi kesiapan. Kalau dipikir-pikir, ini hanyalah acara bakti sosial. Tidak perlu gugup berlebihan seperti itu, kan? Tapi, bukankah setiap hal yang pertama kali itu selalu mendebarkan? Saya takut memulai sesuatu yang salah. Saya khawatir mengacaukan semuanya.

Alhamdulillah, saya didukung oleh lingkungan yang sangat suportif. Seorang Kakak Tingkat yang sangat baik mengizinkan saya untuk menggunakan lagunya tentang "Sikat Gigi" untuk disosialisasikan. Bahkan beliau memberikan begitu banyak saran. Ia mengatakan bahwa ini adalah pengalaman pertama kali. Kalau tidak berjalan sesuai ekspektasi, bertemu kendala, ya tidak masalah. Ia menyuruh saya untuk menyiapkan apa saja yang kiranya menjadi kemungkinan terburuk lalu mempersiapkan solusinya. Saya sangat mengagumi beliau. Semoga beliau selalu dimudahkan dan dilancarkan segala urusannya. Aamiin Ya Robbal Alamin.

Sumber: Instagram @hmbpoliban

Kembali pada bakti sosial. Hari Sabtu, sekitar pukul 3 sore, saya menghadapi anak-anak TK dan bernyanyi di hadapan mereka semua. Memang benar saja. Ada yang menangis. Ada yang bengong terdiam. Ada yang menyikat gigi duluan. Ada yang berani bicara tetapi bingung saat ditanya. Ada yang tidak mendapat kebagian sikat gigi. Ada yang kepedasan dengan pasta gigi. Ada yang ramah sekali tersenyum. Ada yang selalu mengikuti arahan. Ada pula yang malu-malu. Mereka semua lucu. Jujur, ketika sampai di sana tidak ada lagi rasa gugup di dada saya. Saya hanya memperhatikan mereka ketika pertama kali, terdiam sejenak berpikir "Bagaimana saya bisa berbaur?", kemudian tiba-tiba saja saya mendekatkan diri kepada salah satu anak dan mulai bertanya namanya. Di samping mereka ada ibunya yang juga tertawa. Pengalaman yang tidak bisa saya lupakan.

Pada akhirnya, tidak bisa juga saya bilang kalau sosialisasi saya saat itu berhasil. Sikat gigi yang diberikan terlalu besar untuk ukuran anak kecil dan pasta giginya tergolong untuk usia dewasa. Anak-anak banyak yang lebih dulu mulai menyikat gigi karena saya terlalu lama menjelaskan instruksi dan tidak tahan dengan pasta gigi yang pedas. Boleh dikatakan, saya tidak mampu memberikan pemahaman yang maksimal untuk mereka saat itu. Hal itu menjadi pelajaran dan masukkan penting bagi saya ke depannya. Saya masih harus belajar lebih banyak lagi. Tentu, ini pengalaman yang sangat berharga. Ditambah, pihak penyelenggara mengatakan kalau acara gosok gigi bersama ini baru pertama kali mereka masukkan dalam susunan acara bakti sosial yang tiap tahun mereka adakan. Saya tidak boleh memberikan kesan yang buruk. Tetapi, seperti itulah upaya yang bisa saya lakukan. Saya berharap ketika ada lagi acara bakti sosial berikut-berikutnya, entah dari FKG maupun organisasi luar, saya mampu meningkatkan kemampuan saya. Rasanya sangat membahagiakan ketika bisa mengajari anak kecil apa yang tidak mereka tahu sebelumnya. Sebab, niat terdalam yang saya inginkan adalah dapat memberikan manfaat untuk orang lain.

Sumber: Dokumen Penulis

Ketika mengingat kembali pengalaman tersebut, saya mulai berpikir. Seperti itulah nantinya yang harus dan akan saya hadapi. Saya akan benar-benar terjun ke masyarakat, menyentuh, dan mengayomi mereka. Sebuah pengabdian. Tidak dipungkiri, masih banyak orang yang menganggap tidak ada apanya seorang dokter gigi. Banyak pula yang mengabaikan kesehatan gigi mereka. Itulah yang seharusnya menjadi peran saya untuk bergerak. Dokter dibentuk tidak hanya untuk belajar seumur hidup. Tidak cukup hanya dengan memakan berpuluh-puluh buku dan praktik berhari-hari. Dokter harus mampu berbaur dengan seluruh lapisan masyarakat. Pada akhirnya, masyarakatlah sasaran utama seorang dokter untuk bekerja. Masyarakat menjadi tempat mengabdi dan kepedulian seorang dokter dijunjung tinggi. Saya bersyukur diberi amanah oleh Tuhan untuk menjadi bagian dari itu. Alhamdulillahirrobbilalamin...

Sumber: Dokumen Penulis

Apa yang Sedang Saya Pikirkan?

Rabu, 09 Januari 2019

Sumber: pinterest



Belakangan, ada hal-hal yang mulanya kita anggap biasa berubah menjadi sesuatu yang justru sulit untuk kita lakukan. Entah tidak ada semangat, perasaan takut, atau kurangnya motivasi di dalam diri sendiri. Saya mengalaminya saat ini. Beberapa hari terakhir, menulis yang seharusnya menjadi kegiatan menyenangkan, entah mengapa, menjadi aktivitas yang agaknya sulit dilakukan. Duduk beberapa menit menatap layar laptop membuat saya terdiam dan tidak menghasilkan apa-apa. Alih-alih mencapai satu halaman, menulis satu paragraf pun rasanya tidak sampai. Tidak mengerti juga, apa yang sedang saya alami saat ini. Mungkin karena memang belakangan saya sudah jarang sekali membaca buku fiksi dan memantau berita. Itu yang akhirnya membuat saya tidak memiliki bahan sama sekali untuk ditulis. Mungkin, saya kurang nutrisi bacaan. Saya hanya berpikir, kalau saya membaca novel atau kumpulan cerpen, rasanya sudah tidak ada waktu lagi. Lebih baik dipakai untuk membaca bahan kuliah yang akan datang. Tetapi, pada akhirnya kedua hal itu tidak saya lakukan dengan maksimal.

Rasa malas memang membuat seseorang bisa jadi sebodoh itu yaa…

Sampai detik ini, saya masih merasa tidak cukup baik dalam membagi waktu ataupun disiplin dengan diri sendiri. Saya membuat sebuah buku planner untuk mengatur dan memantau jadwal harian saya, motivasi, atau rencana jangka panjang saya ke depannya. Tetapi, semua itu kebanyakan hanya sebatas pada tulisan di atas kertas. Sejauh ini, tidak ada yang benar-benar saya lakukan dengan maksimal. Setiap kali saya memberi tanda centang pada apa yang sudah saya tuliskan, sering kali saya berucap dalam hati, "Padahal saya bisa melakukan lebih baik dari ini." tetapi kenyataannya, saya hanya kembali duduk dan tidak berbuat apa-apa.

Kemudian, malam ini saya memutuskan untuk menulis blog. Sebenarnya, ada sebuah buku yang baru selesai saya baca. Buku pertama yang saya tuntaskan di awal tahun ini. Sangat bagus sekali. Mungkin akan saya ceritakan di lain waktu. Kembali ke topik awal, saya menulis blog. Saya harus mulai bertanya kepada diri saya sendiri. Apa yang sebenarnya saya pikirkan saat ini? Apa masalah yang saya hadapi sampai mengganggu rutinitas saya belakangan ini? Apa kiranya yang menghalangi saya terhadap hal-hal yang saya sukai?

Saya merenung sejenak, lalu menyimpulkan suatu jawaban: Saya tidak tahu persis, rasa takut mungkin, atau malas.

Yap! Sudah saya temukan pelaku utamanya. Takut dan Malas.

Takut memang sering kali menghampiri setiap orang, ya? Takut untuk mencoba hal baru, takut gagal, takut salah, takut jika nantinya tidak bisa diterima, dan berbagai rasa takut lainnya. Rasa takut yang pada akhirnya melahirkan pikiran di kepala saya untuk berkata, "Ah, sudahlah. Buat apa mencoba? Toh, nanti tidak akan ada hasilnya." Sungguh pemikiran yang buruk sekali. Saya menyadari rasa takut yang muncul, sekecil apapun itu, bisa jadi memunculkan pemikiran-pemikiran negatif yang akan membawa kita pada aksi yang negatif pula. Kalau sudah begitu, ya jelas kita tahu akhirnya. Sesuatu yang sudah diawali dengan hal buruk, juga akan berakhir dengan hal yang tidak baik. Rasa takut itulah yang harus dihilangkan. Betul-betul dimusnahkan.

Semua orang pernah mencoba. Tentu, pernah gagal juga. Kalaupun tidak ada yang bisa menerimamu, paling tidak, dirimu sendiri yang menerima apa yang sudah kamu lakukan. Tidak perlu menghiraukan orang lain yang juga tidak memberimu makan. Melangkahlah dengan pelan, namun pasti. Yakinkan, bahwa kamu bisa menyelesaikan apa yang sudah kamu mulai.

Sementara, untuk Si Malas. Saya hampir merasa buntu menghadapinya. Tidak mengerti lagi harus berbuat seperti apa. Kadang dia bersembunyi lewat handphone yang saya genggam. Melalui folder film yang sudah saya pisahkan dari loker manapun. Sudah juga saya isolasi dari semua jaringan yang ada. Tetapi, lagi-lagi dia kembali dalam bentuk yang tidak pernah saya mengerti. Malas itu memang batu. Saya selalu saja merasa jadi orang paling buruk di dunia jika mengingat betapa akrabnya saya dengan Malas. Rasanya betul-betul tidak berguna. Muncul perasaan ingin berbuat sesuatu, action! Namun kemudian, saya hanya akan terdiam lalu tepekur lagi. Begitu saja terus sampai matahari terbelah menjadi dua!

Adakah jalan lain yang bisa ditempuh agar Si Malas ini bisa pergi jauh? Minimal, mengurangi keberadaannya saja. Ingin sekali rasanya, melepas Si Malas dan berteman dengan Disiplin. Namun hampir dari kita semua sudah tahu, setiap hal yang telah kita kenal agaknya tidak bisa kita hapuskan seratus persen. Selalu ada bagian sepersekian yang tersisa. Selalu.

Terlepas dari itu semua, saya tetap berharap agar Takut dan Malas segera beranjak. Paling tidak, dengan mulai keluar dari zona nyaman sedikit demi sedikit. Kalau dipertimbangkan dengan matang, ada lebih banyak hal yang bisa saya temui jika saya mampu melepaskan mereka. Akan ada lebih banyak kesempatan dan jalan baik. Bukankah kita tidak boleh ragu untuk membuang sesuatu yang memang tidak membawa kebaikan untuk kita?

Setidaknya, saya harus yakin dulu sebelum akhirnya memutuskan untuk benar-benar melangkah.
***

2 0 1 8

Kamis, 27 Desember 2018



Tidak pernah ada manusia yang tahu akan jadi apa dia di masa depan. Banyak yang menduga dan berkhayal, tetapi hanya sedikit yang benar-benar berusaha. Ada yang mempersiapkan jauh-jauh hari, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa jika sudah dijalankan dengan takdirnya yang berbeda. Beberapa senantiasa berdoa untuk kebaikannya, sampai ia dihadapkan dengan kenyataan yang berat untuk diterima. Tidak ada yang pernah tahu bagaimana rahasia Tuhan. Tidak ada seorang pun yang bisa menduga apa yang sedang Tuhan rencanakan.

Tahun ini adalah tahun di mana sangat sedikit saya menulis. Tahun di mana tidak sedikit angan-angan menguap ke udara sampai tidak berbekas. Tahun yang mengajarkan banyak hal kepada saya yang masih kekanak-kanakkan dan ceroboh. Tahun yang menguatkan dan mengabulkan cita-cita saya. Malam ini belum sampai 365 hari sebenarnya, tetapi saya sudah tidak sabar untuk menulisnya. Tentang tahun ini. Saya belum pernah belajar sekuat ini sebelumnya, begitu pula sejatuh ini. Namun setiap hidup pasti memiliki alurnya yang berputar. Saya senantiasa meyakini bahwa inilah saatnya roda saya naik dan turun. Semakin jauh saya berputar, semakin dekat saya dengan apa yang saya cari.

Saya tidak tahu pasti apa yang akan saya hadapi di masa depan. Mungkin lebih berat dari sekarang, mungkin lebih rumit, lebih melelahkan, atau mungkin lebih baik lagi. Setiap sampai di tanggal kelahiran saya, hal pertama kali yang selalu terpikirkan adalah bahwa saya bersyukur telah sampai ke tahap ini. Usia yang bertambah padahal sebenarnya kian berkurang. Akan selalu ada pertanyaan "Apa yang sudah kamu dapat sejauh ini?" muncul di kepala saya dan setiap saya kilas balik apa yang telah saya lalui selama setahun, perasaan sesal dan senang keluar bersamaan. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, bukan? Setiap orang pasti harus belajar dari kesalahannya. Di samping itu, saya sangat mensyukuri segala nikmat yang Tuhan berikan. Bagaimana impian saya terwujud dengan indahnya. Di tahun ini saya menyadari bahwa Tuhan sangat menyayangi hamba-Nya dan begitu pula saya seharusnya terus berusaha memperbaiki diri. Pelajaran penting yang Tuhan berikan harus menjadikan saya pribadi yang lebih kuat, dewasa, dan beragama.

Waktu yang akan datang, saya harus membangun lagi tenaga yang terkubur terlalu lama. Saya harus berjuang lagi demi orang-orang yang menyayangi dan menaruh harapannya kepada saya. Ada banyak hal yang perlu saya perjuangkan. Saya percaya, untuk mencapai apa yang saya inginkan saya harus mengorbankan banyak hal. No pain, no gain. Tuhan juga akan selalu membantu hamba-hamba-Nya yang mau berusaha. Saya percaya itu.



 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS