Books Review: Elegi Rinaldo By Bernard Batubara

Selasa, 14 Februari 2017




     Pada kesempatan ini, saya ingin meresensi buku fiksi karya Bernard Batubara yang berjudul Elegi Rinaldo. Elegi Rinaldo termasuk ke dalam Blue Valley Series yang diterbitkan oleh Falcon Publishing. Terdapat 4 seri lainnya, yaitu Asa Ayumi karya Dyah Rinni, Melankolia Ninna karya Robin Wijaya, Lara Miya karya Erlin Natariwiria, dan Senandika Risma karya Aditia Yudis.

   Elegi sendiri berarti syair atau nyanyian yang mengandung ratapan dan ungkapan dukacita. Meskipun belum membaca keempat seri lainnya, saya merasa bahwa Blue Valley Series ini mengangkat satu tema yang sama. Cinta dan Kesedihan. Mungkin, lebih tepatnya kepatahatian. Karena, setiap judul dari serinya memiliki arti kata yang menggambarkan duka atau ungkapan kesedihan. Seperti asa, melankolia, lara, senandika, dan elegi.

     Dalam novel ini, Blue Valley digambarkan sebagai tempat perumahan yang dihuni oleh tokoh utama dalam cerita. Bisa dibilang, kalau ceritanya cukup klise. Seperti kebanyakan konflik yang diangkat dalam novel-novel lainnya. Sehingga saya dengan mudah bisa menebak akhir dari ceritanya.


Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.
Jika kau berjalan ke salah satu blok, kau akan menemukan rumah yang setiap pagi dipenuhi nyanyian Rihanna. Seorang pemuda kribo yang selalu menenteng kamera tinggal di sana bersama tantenya. Dia sering kali bersikap dingin. Dia menyimpan duka. Sisa penyesalan terdalam dua tahun lalu.
Ada gadis yang menantinya, dan ingin menamai hubungan mereka yang kian dekat. Namun, pemuda itu selalu ragu. Dia menyukai gadis itu, tetapi… selalu merasa bersalah jika memberikan tempat yang sengaja dia kosongkan di hatinya. Namanya Rinaldo. Panggil dia Aldo, tapi jangan tanya kapan dia akan melepas lajang.
 ***

     Dari sinopsisnya, kita bisa langsung menangkap masalah yang ditawarkan oleh Bernard. Kita akan mendapati Aldo, seorang food photographer, yang memiliki luka di masa lalunya. Saking pahitnya, ia bahkan sengaja mengosongkan hatinya untuk sekian lama. Sehingga ketika dia mengenal gadis bernama Jenny, dia mulai bimbang untuk membuka hati atau melewatkannya saja. Aldo masih belum bisa melupakan masa lalu beserta kehilangan demi kehilangan yang dirasakannya. Itulah mengapa ia sulit untuk memulai suatu hubungan yang serius. Begitu pula dengan Jenny yang memiliki pandangan berbeda dengan gadis pada umumnya mengenai suatu hubungan. Jenny ragu pada ikatan pernikahan. Menurutnya, pernikahan justru mengikat seseorang dari usahanya dalam meraih mimpi. Pernikahan akan membatasinya dan mengurungnya dengan segala kewajiban yang harus dijalankan sebagai seorang istri, dan dia tidak mau itu.

     Elegi Rinaldo akan membawa kalian pada banyak kebimbangan. Kemudian, menemukan bahwa sebenarnya keyakinan itu dapat berubah seiring dengan kejadian demi kejadian yang dialami oleh orang tersebut. Lebih-lebih, kalau mengenai hati. Keyakinan seseorang mengenai ‘cinta’ bisa berubah seiring berjalannya waktu. Ketika orang tersebut mengenal orang yang dapat mengisi hatinya kembali, saat itulah pandangan dan anggapannya tentang cinta akan berubah.

***

     Jujur saja, saya merasa kurang puas dari segi kepenulisannya. Saya sudah pernah membaca karya Bernard batubara yang lain, dan saya cukup kaget dengan karyanya yang satu ini. Dari kacamata saya, penulisan Bara penuh dengan bahasa yang manis dan penuturan yang begitu elok. Tetapi saya tidak menemukan hal itu dalam buku ini. Bahkan saya merasa ini bukan tulisan Bara. Tidak menggambarkan karakter dan identitas dari Bara. Saya berasumsi, kalau Bara (mungkin) ingin mencoba menulis dengan gaya yang berbeda dari biasanya.

  Keseluruhannya, buku ini disusun dengan cukup apik. Covernya yang menarik, mampu menggambarkan kepedihan yang disuguhkan dalam kisahnya. Meskipun konflik yang diangkat sangat lazim, Elegi Rinaldo tetap layak dijadikan sebagai salah satu buku referensi untuk mengisi waktu luang dan hiburan. Akan tetapi, (menurut saya) Elegi Rinaldo bukanlah karya terbaik dari Bernard Batubara. Mengingat, karya-karya Bernard sebelumnya memiliki rasa dan penulisan yang jauh lebih kuat serta identitas yang selalu menjadi ciri dari setiap karyanya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS