Anak-anak Tuhan

Sabtu, 12 Juli 2014

Bismillahirrahmanirrahim...

Aku terdiam saat melihat kaki-kaki kecil mereka.
Berlarian menapaki jalanan beraspal.
Sambil berteriak pada masing-masing dari mereka.
Ku lihat tangan-tangan kecil mereka dengan bagian hitam yang menempel di kuku mungil itu, saat mereka menengadahkan tangannya padaku.

Mata mereka menyipit karna silaunya matahari siang itu.
Saking panasnya hingga mengubah warna rambut hitam mereka jadi kuning keemasan.

Mereka berlari-lari menyusuri gang-gang sempit dan lampu-lampu jalanan. (yang mereka anggap itu adalah petualangan)
Entah karna paksaan, keinginan sendiri, atau dorongan apapun, mereka memberanikan diri.
Berhenti di warung-warung kecil - dimana orang-orang sedang asyik duduk dan menikmati makanan mereka.

Mereka memulai alunan lagu dengan genjrengan ukulele mereka.
Menggetarkan pita suara mereka hingga membunyikan suara getir mereka.
Nadanya terdengar keras dan nyaring. Dan mungkin, seperti itu juga hidup yang mereka lalui.

Aku lebih suka menyebut mereka Anak-anak Tuhan. Yang lahir dari dunia beraspal dengan kerikil tajam yang selalu mereka tepis.
Mereka dibesarkan oleh panasnya terik matahari dan riuhnya udara berpolutan.
Sebagian dari mereka ada yang sanggup hingga mampu bertahan. Dan ada juga yang gagal lalu menjadi yang terbuang.
Bukannya kita rangkul, yang terbuang justru malah kita abaikan.
Hingga dia berusaha untuk terlihat, dengan cara-cara yang tak pernah kita mengerti.

Aku tahu.
Banyak yang melihat dan sadar dengan adanya mereka.
Tapi hanya sedikit yang peduli dengan kehadiran mereka.
Jumlah mereka terlampau banyak. Dan mungkin itu yang menyebabkan orang tak perduli dengan mereka.

Jujur, aku sangat prihatin ketika melihat mereka.
Berjalan menuju warung kecil dan kembali bernyanyi. Menggetarkan suara mereka (yang menurutku penuh pilu) justru terdengar tangguh.
Mereka menerima setiap uluran tangan yang diraihkan untuk mereka. Sambil tersenyum atau dengan muka datar, mereka mengambil apapun yang diberikan untuk mereka.
Bahkan terkadang, ada yang menolak dan tak menghiraukan mereka. Terus melanjutkan makan, tanpa melihat wajah mungil yang gelap itu.

Jujur, aku agak marah dengan perlakuan orang-orang seperti itu! Sangat marah.
Orang-orang semacam itu, kurasa tak pernah tahu bagaimana cara anak-anak Tuhan bertahan hidup. Hingga untuk mengeluarkan uang 1.000 rupiah saja sangat sulit.
Apa mereka tidak tahu? Anak-anak itu adalah titipan Tuhan. Seakan mata-mata yang akan memberikan catatan pada Tuhan, bagaimana perilaku yang orang-orang itu berikan pada mereka.
Semacam buku raport yang akan diumumkan saat kenaikan kelas nanti.

Aku sadar. Aku tak tahu banyak tentang mereka.
Tapi yang aku tahu, aku tinggal di sekitar mereka.
Mereka ada di sekelilingku. Dan mungkin juga ada di dekat anda.

Jika benar, alangkah baiknya jika anda memberikan sedikit rupiah anda untuk mereka. Ya, sekedar meringankan petualangan mereka hari itu.
Toh, anda tak pernah merasakan betapa sakitnya 'petualangan' mereka itu.
Dan anggap saja, pemberian anda itu sebagai ucapan syukur pada Tuhan. Karna berkat anak-anakNya lah, anda akan sadar. Betapa beruntungnya hidup anda.

Tulisan ini terinspirasi dari Anak-Anak Tuhan yang selalu ada di sekitar saya. Mereka menyerukan suara mereka lewat canda tawa diantara mereka. Bukan secara nyata, lewat tangisan.

Semoga anda termotivasi dan bersyukur.
Itu saja.

Wassalamualaikum, wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS