Review Buku: Pacar Seorang Seniman oleh W. S. Rendra

Sabtu, 11 Maret 2017



Berbeda dengan buku-buku kumpulan cerpen lain yang pernah saya baca, Pacar Seorang Seniman merupakan kumpulan cerpen yang ditulis oleh sastrawan sekaligus penyair besar, W. S. Rendra. Kumpulan cerpen ini ditulis W. S. Rendra pada era 1950-1960-an. Sehingga latar sosial, budaya, dan bahasanya disesuaikan dengan masa itu. Namun saya rasa, itu justru menjadi nilai lebih dari buku ini.

Pacar Seorang Seniman berisi 13 cerita pendek, dilengkapi juga dengan biografi singkat Sang Penulis di bagian akhirnya. Hal yang saya sukai dari buku ini adalah ilustrasi yang ada di setiap judul cerpen. Gambaran mengenai tokoh yang diceritakan dalam cerpen tersebut. Ilustrasi yang membuat para pembacanya akan lebih meresapi setiap cerita yang disajikan. Selain itu, saya juga menyukai gaya kepenulisan pujangga besar ini. Bahasanya yang arkais, membuat saya terhanyut dalam lembaran-lembarannya. Bahkan saya merasa kalau kalimat-kalimat itu justru mengantarkan pesan dengan lebih manis dan tepat. Dan itu menjadi sesuatu yang sulit kita dapatkan di zaman yang semakin modern ini. Terlebih lagi, bahasa yang kita gunakan saat ini telah dibakukan dan banyak berkembang. Jauh berbeda dengan masa W. S. Rendra.

Dari judulnya, kita sudah bisa menafsirkan isi dari buku kumcer ini. Kebanyakan ceritanya mengisahkan tentang percintaan, hasrat yang dimiliki oleh seorang anak muda, kepatahatian, diselingi juga dengan nilai kekeluargaan, musyawarah, dan persahabatan. Nilai yang sangat dijunjung pada masa itu. Mengingat jumlah cerita yang lumayan banyak, saya hanya akan menuliskan tiga sinopsis cerpen yang paling saya sukai. Berikut sinopsisnya:


Pohon Kamboja

Menggunakan sudut pandang orang kedua, Pohon Kamboja bercerita mengenai seorang lelaki tua yang suka merawat pohon kamboja di belakang rumah anaknya.  Ketika menyiram pohon itu, ia sering berbincang-bincang dengan tetangganya. Menurut kacamata tetangganya itu, si kakek sangatlah mencintai anak lelakinya yang lain bernama Herman. Sebab, Herman memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh saudara-saudaranya yang lain. Ia sangat jago berkelahi. Ia tidak bisa dikalahkan oleh siapapun. Kemampuan itu diajarkan sendiri oleh si kakek. Namun, beberapa tahun yang lalu Herman pergi dan menghilang. Pada mulanya, kakek masih memperoleh kabar mengenai anak kesayangannya itu. Tetapi, beberapa waktu kemudian kakek benar-benar kehilangan komunikasi. Itulah mengapa ia menanam pohon kamboja tersebut. Pohon kamboja selalu mengingatkannya pada Herman.

"Bunga kamboja ialah bunga yang berwatak. Ia tidak terpengaruh oleh keadaan. Ia senantiasa mempunyai keagungan. Meskipun ia biasa tumbuh di kuburan, ia tak bisa dinamakan bunga kematian. Terbukti apabila ditanam di halaman seperti ini, ia pun akan bisa memberikan keindahan yang tersendiri. Itulah namanya watak dan keagungan."
 - Hal. 103

 Ia Membelai-belai Perutnya




Seorang gadis yang tidak disebutkan namanya, telah terjerat dalam lubang kemaksiatan. Ia begitu bingung dan takut terhadap jabang bayi yang tengah dikandungnya. Narso, lelaki yang sangat ia cintai yang juga menjadi orang yang harus bertanggungjawab atas segala yang terjadi, tidaklah patut untuk dituntut kewajibannya. Ia seorang lelaki yang liar dan bengal. Kawin dengannya hanya akan melahirkan persoalan baru; nestapa dan penderitaan. Melihat masalah pelik yang dialami oleh gadis itu, kita akan tahu betapa dilemanya ia. Konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan sendiri.

"Kemudian ia tengadah, mencari wajah Tuhannya. Ia tak berani minta ampun. Menatap saja ia dengan matanya yang basah. Tuhan tahu segalanya karena itu terserahlah semua kepada-Nya."
- Hal. 116 
Gaya Herjan

Herjan baru saja putus cinta. Pelawak itu benar-benar patah hati dengan kekasihnya yang lebih memilih seorang pilot daripada dirinya. Kepatahatian itu membuatnya mengurung diri di dalam kamar. Ia tidak ikut bergabung dengan kawan-kawannya yang bertamasya. Kawan-kawannya pun memahami apa yang sedang bergejolak di dada Herjan. Sepanjang perjalanan, kawan-kawan Herjan terus saja membicarakan dirinya. Mengenai lelucon yang tidak akan ada lagi pada dirinya. Mereka bahkan memikirkan hal-hal lain yang mungkin akan dilakukan oleh Herjan. Gantung diri, minum racun tikus, dan hal lainnya semacam itu.

"Mas Herjan yang baik.Dengan surat ini saya akan menyatakan dengan perasaan yang sangat menyesal, bahwa saya tidak berani mencintai Mas lagi, sebab saya selalu merasa diri saya rendah apabila berada di dekat Mas. Pikiran saya hanya mampu untuk sampai kepada hal-hal yang ringan dan gampang, seperti tentang hal keadaan cuaca dan mesin terbang umpamanya, tetapi saya tidak mampu untuk bisa ikut menjangkau cita-cita Mas untuk menjadi seorang artis film. Meskipun akan lekas gampang dimengerti oleh orang yang normal bahwa kedudukan seorang bintang film lebih tinggi dari seorang pilot. Sebab, bukankah letak bintang memang lebih tinggi dari sebuah pesawat terbang yang paling tinggi sekalipun?Sekianlah.Harap Mas memaafkan saya."
MURNI
- Hal. 126

***

Banyak pesan yang saya dapatkan dari buku ini. Pacar seorang seniman menunjukkan kacamata yang berbeda dalam menilai dan memandang suatu perkara. Mengembalikan kenangan kita pada suasana silam yang penuh dengan kesederhanaan dan kedamaian. Mengajar sekaligus menghibur.

1 komentar:

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS