Antara Berkorban dan Menyakiti Diri Sendiri

Sabtu, 11 Februari 2017

sumber: weheartit


Selamat malam...
Selamat bermalam minggu,
Selamat berbahagia,
Selamat menikmati kesendirian,
dan Selamat menunggu.


Malam ini, saya ingin berbagi cerita. Mengingat, memang cukup lama saya tidak lagi bercerita di blog ini. Bukan, ini bukan review buku atau film. Saya kembali lagi pada kebiasaan saya yang dulu. Curhat.

Bermula dari salah seorang teman, saya terdorong untuk membahas masalahnya dalam blog ini. Haha, sepanjang dia tidak membaca, sepertinya tidak akan menimbulkan masalah. Tapi, kalaupun dia membaca, paling tidak dia bisa mendengar pendapat saya. Meskipun pada kenyataanya, dia tidak membutuhkan pendapat dari saya. #okelupakan

***

Apa yang kamu pikirkan jika seseorang yang kamu sukai ternyata menyukai orang lain? Lebih parahnya lagi, dia justru kerap bercerita tentang orang yang dia sukai itu kepadamu. Bukankah itu sangat menyakitkan untuk didengar? Tapi percayalah, di dunia ini masih ada orang yang mau dan merelakan dirinya untuk melakukan hal bodoh itu. Ya, menurut saya sih begitu.

Begini, dalam hal jatuh cinta, entah itu benar-benar cinta atau hanya sekadar menyukai, terkadang kita sering larut dalam perasaan itu dan membiarkan diri kita dikuasai oleh perasaan kita sendiri. Sebenarnya itu bukanlah hal yang baik. Karena dengan begitu, kita akan selalu mau melakukan apapun yang dikatakan oleh hati kecil kita. Kita akan menurut saja. Tidak peduli apakah itu akan menyakiti perasaan kita sendiri. Yang penting, dia bahagia. Begitulah pikir kita. Akan tetapi, hal yang perlu dipertanyakan adalah, apakah keinginan untuk selalu membantu dan melakukan apapun untuk orang yang tidak menyukai kita, meski orang itu menyukai orang lain, benar-benar berasal dari hati kecil kita?

Terkadang saya heran. Sangat dibuat heran. Boleh dikatakan, bahwa saya memang tidak tahu apa-apa mengenai suatu hubungan. Namun, suatu kali saya pernah melihat seorang teman lelaki, yang saya tahu bahwa dia menyukai seorang gadis. Sebut saja misalnya lelaki itu bernama A dan gadis yang disukainya bernama B. Sayangnya, gadis B ini justru menyukai lelaki lain bernama C dan tetap menganggap A sebagai teman dekatnya. Kemudian, C ternyata menyatakan hubungan secara resmi dengan seorang gadis lain bernama D. Pastilah, si gadis B sangat patah hati. Kemudian, lelaki si A datang dan terus menemani gadis B itu. Seakan tak cukup sampai disitu, hubungan antara lelaki C dan gadis D berakhir singkat. Mereka tidak lagi berhubungan resmi, namun sebagai teman dekat. Kalau menurut kacamata saya, lebih seperti hubungan komensalisme. Lelaki C yang selalu memberi manfaat kepada gadis D, sedangkan gadis D tidak memberi dampak apapun pada lelaki C. Lucunya, lelaki C mengatakan bahwa itu ia lakukan atas dasar rasa suka. Cerita yang sangat klise, bukan?


sumber: weheartit


Saya tidak habis pikir dengan orang-orang semacam A, B, dan C itu. Gadis D bisa dibilang tidak masuk hitungan. Karena gadis D lah yang pintar dalam memanfaatkan keadaan. Hhmm.. bisa dibilang, kalau gadis D menggunakan rasa suka lelaki C untuk kepentingannya sendiri. Itu menurutku.

Entah saya yang kurang tahu tentang cinta atau memang mereka yang terlalu dibutakan dengan perasaan dan tidak bisa mengontrol diri mereka.
Apa yang menjadikan lelaki A selalu setia menemani gadis B meski sebenarnya (aku rasa) lelaki A (pasti) sangat patah hati setiap kali B bercerita mengenai lelaki C dengannya?
Apa yang membuat gadis B begitu mudah bercerita dengan lelaki A tentang si C, padahal dia dengan sangat jelas mengetahui kalau lelaki A juga memendam perasaan padanya?
Apa yang membuat lelaki C lebih memilih gadis D daripada gadis C yang sudah nyatanya, bisa dengan mudah ditebak, kalau gadis C lebih tulus daripada gadis D?

Jujur saja, saya tidak paham dengan sistem ini. Saya pernah berada di posisi lelaki A dan  juga pernah berada dalam posisi gadis B. Sehingga saya sangat tahu apa yang mereka rasakan. Ketika melihat mereka, apa yang mereka lakukan, dan itu membuat saya merasa keheranan.

Pada dasarnya, saya merasa kasihan dengan lelaki A. Dia begitu menyukai gadis B dengan setulus hati. Tetapi gadis B, yang sebenarnya tahu hal itu, justru mengabaikannya dan meminta mereka untuk tetap berteman seperti sedia kala. Kemudian bercerita tentang lelaki C kepada lelaki A. Kalau saya menjadi A, mungkin saya akan sedikit memberi jarak antara saya dan gadis B. Sebab, bukanlah hal yang mudah untuk mendengarkan orang yang kita sukai bercerita tentang orang yang ia sukai. Itu akan sangat menyakitkan hati. Saya bukanlah tipe orang yang akan menyakiti diri sendiri. Kalaupun saya sedikit menjaga jarak dari gadis B, tentunya gadis B itu bisa mengerti.

Sedangkan kalau saya berada di posisi sebagai gadis B, saya akan menjauhi lelaki C. Itu sudah pasti. Kemudian, saya juga akan menjaga jarak dengan lelaki A. Karena kalau kembali dekat dengan A atas nama "teman", saya sangsi jika A masih tetap memendam perasaan dan penolakan dari saya itu akan menyakiti hatinya lagi.

***

Melihat apa yang terjadi dengan teman-teman saya itu, saya terheran-heran dan merasa geli. Betapa mereka sudah bisa belajar mengorbankan diri demi orang lain di usia yang terbilang masih sangat muda untuk mengenal apa cinta itu sendiri. Saya sendiri bingung. Cukup sulit membedakan antara mencintai dengan tulus dengan dibodohi oleh cinta. Cinta dengan tulus itu memang memerlukan pengorbanan. Namun kita juga harus menjaga hati kita sendiri. Jangan terlalu melukai diri sendiri untuk memberikan kebahagiaan pada orang yang dia pun belum tentu peduli dengan kita. Tapi balik lagi, bukan pengorbanan namanya kalau tidak melukai diri sendiri.

Cinta memang begitu. Sering sekali membuat para pecandunya lupa diri bahkan rela melakukan apapun. Semua hal yang dilakukan oleh orang yang kita sukai, itulah yang benar dan baik. Tidak pernah cacat. Seakan sejauh mata memandang, hanya dia dan dia yang memenuhi penglihatan mata dan hati. Padahal kita seharusnya punya kuasa atas diri kita sendiri. Karena, kalau sampai saatnya kita memasuki fase patah hati, di saat itulah baru kita menyadari betapa bodoh dan dungunya kita dulu. Kalau sudah begitu, saya akan memandangnya di sisi yang positif. Setidaknya, saya belajar suatu hal dari ini. Begitu pikir saya.

Itulah mengapa, sekarang saya tidak ingin lagi terlalu larut dengan yang namanya jatuh hati. Saya belajar untuk bisa mengontrol diri dan memiliki kuasa atas akal dan pikiran saya dalam menyukai seseorang. Kalau kata guru biologi saya, "Jangan berikan seluruh hatimu untuk seseorang. Karena kalau kamu berikan semuanya, ketika suatu hari hati itu jatuh, maka ia akan pecah berkeping-keping. Benar-benar berkeping-keping." Saya pernah merasakan itu. Cukup bodoh bagi saya, jika mengulangi hal itu untuk kedua kalinya.

“Tonight I realized you weren’t the one
who wrecked me, ruined me, or
destroyed me, it was me, it was me
because only I have that power to do
that to myself. I destroyed myself by
loving you”
– unknown (via Ixwseptember)


Selain itu, saya juga belajar dari hubungan teman-teman saya itu. Bahwa kita harus bisa membedakan dengan benar, siapa orang yang sungguh-sungguh tulus dengan yang hanya memanfaatkan. Sebab kalau sampai kita salah mengambil keputusan, maka akan ada yang patah hati. Itu sudah jelas. Lebih parah lagi, kalau kita kehilangan orang yang tulus untuk selamanya.

Mungkin, cukup sampai di sini saja ngalor-ngidulnya. Malam ini saya hanya ingin sedikit bercerita. Saya merasa kalau apa yang kita lakukan untuk orang yang kita cintai, yang kita sebut sebagai 'pengorbanan' itu, harus benar-benar kita pertimbangkan. Bisa saja itu bukan yang sesungguhnya kita inginkan. Bukan yang kita harapkan. Kalau memang tidak sanggup untuk berkorban, lebih baik menjaga jarak saja. Itu bukanlah hal yang salah. Tidak ada yang salah dari seseorang yang ingin mencoba untuk mengobati lukanya sendiri. Akan tetapi, kalau memang yakin bahwa apa yang sedang kamu rasakan itu ketulusan, cobalah untuk berkorban. Tapi jangan mengharapkan apa-apa. Sebab, tidak ada yang bisa memastikan hasil dari sebuah pengorbanan itu sendiri. Mungkin, kamu memang benar mencintainya, tapi bisa juga itu sebagai bentuk kebodohanmu terhadap perasaan yang tidak bisa kamu kuasai.


****

sumber: weheartit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS