Review Buku: Dunia Kafka (Kafka On The Shore) Karya Haruki Murakami

Minggu, 04 Juni 2017



Haruki Murakami bukanlah penulis yang asing bagi saya. Penulis favorite saya, Bernard Batubara-lah yang memperkenalkan saya dengan Haruki Murakami. Ia pernah membahas Murakami dalam blognya. Salah satu alasan yang mendorong saya untuk ikut membaca karya Murakami. Sesuai dengan sarannya, buku Murakami yang saya lahap pertama kali adalah Norwegian Wood. Cerita yang realis sebagai langkah pengenalan saya dengan dunia penceritaan Murakami yang serba surealis. Lantas setelah khatam dengan Norwegian Wood, saya mulai merasa perlu untuk menikmati karya Murakami lainnya. Buku yang terasa lebih surealis, yang menjadi keunikan dan kehebatan dari Haruki Murakami sendiri. Dan saya memutuskan untuk membaca Dunia Kafka.

Judul Buku    : Dunia Kafka (Kafka On The Shore)
Penulis           : Haruki Murakami
Penerbit         : Alvabet
ISBN             : 978-602-9193-03-1
Tebal Buku    : 599 Halaman
Cetakan         : Ke- 3
Tahun Terbit  : 2016

Dunia Kafka atau yang berjudul asli, Kafka On The Shore berjalan dengan dua plot yang berbeda. Secara bergantian, kita akan diperkenalkan pada Kafka Tamura, remaja berusia 15 tahun yang memutuskan untuk pergi dari rumahnya karena ia merasa jika ia tetap berada di sana, ia akan hancur. Tanpa memiliki alasan yang jelas, ia memilih Shikoku sebagai daerah tujuannya. Sambil mengambil beberapa barang milik Ayahnya di ruang kerja, ia berbicara dengan seorang bocah laki-laki bernama Gagak, yang saya anggap adalah bayangan dari dirinya sendiri (kalau tidak bisa dibilang bayangan, mungkin temannya dari dunia lain, atau semacam itu.). Dalam perjalanan, ia berkenalan dengan seorang gadis yang bernama Sakura. Gadis itu lebih tua darinya, sosok yang mengingatkannya pada kakak angkat dan ibu yang telah meninggalkannya waktu ia masih kecil. Sesampainya di sana, ia datang ke Perpustakaan Komura yang kelak menjadi tempat tinggalnya.

Kau takut berimajinasi. Dan lebih lagi, takut bermimpi. Takut akan tanggung jawab yang dimulai dalam mimpimu. Tapi kau harus tidur, dan mimpi adalah bagian dari tidur. Ketika kau terjaga, kau dapat menekan imajinasi. Tapi kau tidak dapat menekan mimpi. 

- Hal. 175

Sementara itu, plot kedua bercerita tentang seorang kakek bernama Satoru Nakata yang keterbelakangan mental. Sebenarnya Kakek Nakata tidak bisa dikatakan keterbelakangan mental, menurut saya. Dia hanya memiliki sesuatu di dalam dirinya dan itu tidak bisa dimengerti oleh orang lain. Ditambah dengan cara bicaranya yang dianggap aneh. Ia memiliki kemampuan berbicara dengan kucing. Masalah kejiwaannya itu membuat Kakek Nakata selalu memperoleh subsidi dari Gubernur, dan sedikit tambahan uang dari jasanya membantu para tetangga menemukan kucing mereka yang hilang. Kakek Nakata adalah lelaki tua yang sangat ramah dan apa adanya. Ia selalu berkata jujur dan yang paling saya suka, ia sering kali berkata, "Maaf, saya tidak mengerti apa yang Anda ucapkan. Maafkan, saya tidak terlalu pandai." Ketika Kakek Nakata berucap demikian, selalu terbayang di benak saya seorang lelaki tua yang lemah dan begitu sederhana. Meskipun demikian, Kakek Nakata memang tidak pandai. Ia tidak bisa membaca apalagi menulis. Pencariannya terhadap kucing bernama Goma yang kelak mengantarnya pada pertemuan tidak terduga dengan Johnie Walker. Orang yang memakai sepatu bot dan menangkapi kucing-kucing untuk dibelah dadanya, dimakan jantungnya hidup-hidup, lantas memenggal kepalanya. Bentuk kriminalitas yang cukup membuat saya meneguk liur dan mendelik. Yah, siapa sangka Kakek Nakata yang polos dan ramah itu telah membunuh Johnie Walker.

Meskipun bercerita dengan dua plot yang berbeda, pada akhirnya semua berujung di satu titik dan saling berkaitan. Semakin kita membalik lembar demi lembar bagiannya, hubungan antara Kakek Nakata dan Kafka Tamura kian terbuka. Walaupun capek sebenarnya, mengingat plot yang disajikan bergantian sehingga saya harus mengingat jalan cerita sebelumnya agar bisa kembali masuk dalam bab selanjutnya.

Dunia Kafka mengandung konflik yang kompleks. Jujur saja, saya harus menahan kesabaran di tengah-tengah cerita karena alurnya yang saya kira, cukup lambat. Bagian yang betul-betul saya nikmati adalah di awal dan akhir cerita. Sedangkan pada pertengahan, saya kehilangan konsentrasi dan kesungguhan dalam membaca. Belum lagi dengan beberapa dialog yang agak membingungkan bagi saya (Ini karena pemikiran saya yang masih belum sampai-_-). Dalam belitan ceritanya, Murakami menyisipkan berbagai unsur yang secara sadar maupun tidak, turut menjadi dasar dari pengembangan alurnya. Mitologi, filsafat, musik, dan beberapa ungkapan menurut tokoh-tokoh dunia yang cukup membuat saya semakin mengerti atau justru kebingungan sendiri.

"Dari bangsa Mesopotamia kuno. Mereka mengeluarkan usus binatang-aku rasa kadang-kadang juga usus manusia-kemudian menggunakan bentuknya untuk meramal masa depan. Mereka mengagumi kerumitan bentuk usus. Jadi bentuk dasar dari labirin adalah, dengan kata lain, keberanian. Yang berarti bahwa prinsip dari labirin ada di dalam dirimu. Dan itu berhubungan dengan labirin yang di luar." 

- Hal. 447

Sama seperti yang dikatakan Bang Bernard dalam blognya, bahwa untuk menikmati karya Murakami, kita harus terbuka pada ketidakjelasan. Jangan memusingkan diri dengan pertanyaan-pertanyaan yang sarat akan logika. Karena Murakami memang hanya akan berkutat pada absurditas, imajinasi, dan abstrak. Mungkin bisa dibilang, Norwegian Wood tidak termasuk dalam hal ini. Dibandingkan dengan Dunia Kafka, saya rasa Norwegian Wood merupakan karya yang dibuat Murakami dengan mencoba keluar dari zona nyamannya.

Begitulah, Dunia Kafka berjalan dengan lambat, penuh imajinatif, dan absurditas yang tidak bisa kita coba untuk mencari arti atau maknanya. Biarkan saja hal-hal di luar nalar itu tetap berada di luar kepala. Sebab hanya dengan cara seperti itulah kita dapat menerima keseluruhan cerita dan menikmatinya. Dunia Kafka adalah bacaan yang berat. Perlu kesabaran ekstra agar kita bisa bertahan untuk tidak menutup buku itu di tengah jalan. Namun, ketika kita sudah benar-benar menyelesaikannya, akan ada magnet yang selalu menarik kita untuk kembali membaca karya Murakami lainnya. Dan saya rasa, di situlah letak keistimewaan seorang Haruki Murakami.

"Jika kau mengingatku, aku tidak peduli apabila orang lain melupakan aku."
- Hal. 596

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS