Books Review: Corat-Coret di Toilet by Eka Kurniawan

Sabtu, 18 Februari 2017





Ini adalah karya ketiga dari Eka Kurniawan yang telah saya khatam-kan. Setelah sebelumnya saya menyelesaikan Cantik Itu Luka, kemudian disusul dengan Sama Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Kesan pertama kali saya terhadap tulisan Eka adalah, sangat arkais dan berani.  Eka dengan yakinnya mengambil setting di tahun kolonial dan mengangkat cerita-cerita penuh konflik juga romantis. Meskipun begitu, saya tetap bisa menikmati setiap gaya bahasa dan penuturan yang disampaikan Eka dengan begitu manis.

Kembali kepada judul postingan ini, Corat-Coret di Toilet merupakan buku kumpulan cerita Eka yang pertama kali saya baca. Buku ini terdiri atas 12 cerita dengan tema yang berbeda. Namun kebanyakan mengandung unsur percintaan dan politik. Terlalu sedikit bagi saya, dengan jumlah buku yang hanya sekitar 120 halaman. Di antara semuanya, saya hanya akan menuliskan 3 sinopsis cerpen yang paling saya sukai. Berikut sinopsis singkatnya:

  • Siapa Kirim Aku Bunga?
Henri merupakan seorang kontrolir yang hidup pada akhir tahun 20-an di Hindia Belanda. Suatu ketika, ia mendapatkan sebuah bunga di restaurant tempat ia biasa bersantai dan berkumpul bersama teman-temannya. Dalam tangkai-tangkai bunga itu terselip kartu yang bertuliskan "Untuk Henri". Kejadian tersebut tak hanya terjadi sekali. Mulanya di restaurant, lalu di rumahnya, berlanjut di pemandian umum yang ia datangi. Berhari-hari ia terus dihantui oleh bunga-bunga yang selalu datang tanpa mengenal waktu dan tempat itu. Ia merasa takut dan bingung menerima bunga itu. Ia penasaran siapa gerangan yang telah mengirim bunga itu untuknya? Kebingungannya berujung pada seorang gadis penjual bunga yang ternyata selalu ada di manapun dirinya berada. Ia merasa gadis penjual bunga itu mengikutinya. Bisa jadi pula, gadis itulah yang memberinya bunga setiap hari. Maka, ia pun mencoba bertanya dan mendekati gadis tersebut. Hingga akhirnya, Henri sendiri yang jatuh hati pada gadis itu.

"Bunga itu lambang cinta, dan kau manusia yang kering akan cinta. Sudah selayaknya kau peroleh banyak-banyak bunga."

Akhir cerita yang sangat miris dan menyayat hati.
  • Peter Pan
Bercerita tentang seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya. Ia hanya sebut sebagai kekasih Tuan Puteri yang kemudian dijuluki dengan Peter Pan. Peter Pan sangat membenci para pencuri buku. Maka, ia menjelma jadi seorang pencuri buku agar para penegak hukum menangkapnya. Dengan begitu, ia akan tahu kalau pemerintah juga memperhatikan betapa pentingnya sebuah buku. Tetapi, perkiraannya salah. Sudah bertahun-tahun ia mencuri buku, namun ia masih bisa berlenggang ke sana dan ke mari. Lalu, ia berniat untuk melakukan demonstrasi. Demonstrasi kecil-kecilan kalau saya bilang, sebab tidak ada yang simpati terhadap aksi protes tersebut. Tak juga digubris, akhirnya ia menuangkan pemikiran dan suaranya lewat sastra. Ternyata cara itu sangat berpengaruh dan mengancam Sang Diktator saat itu. Orang-orang pun ikut melakukan pemberontakan. Kini, justru hidup Peter Pan yang terancam.

... Tuan Puteri berkata kepadanya, di mana-mana rakyat begitu miskin sementara para pejabat hidup mewah. Negara sudah di ambang bangkrut karena utang luar negeri dan sang diktator sudah terlalu lama berkuasa, menutup kesempatan kerja bagi orang yang memiliki bakat menjadi presiden. Menurut Tuan Puteri, itu semua alasan yang cukup untuk mengumumkan perang gerilya, tetapi laki-laki itu keberatan. Katanya, alasan seperti itu sudah terlalu banyak diketahui orang, tapi nyatanya tak seorang pun menyatakan perang karena itu.

  • Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti

Sesuai judulnya, Eka akan mengenalkan kita pada seorang anak lelaki yang hidup sebatang kara di sebuah kota kecil. Ia tinggal di hutan yang terletak di pinggir kota. Ia biasa memperoleh makanan dari warga kota yang bersimpati padanya. Sedangkan anak-anak sangat merasa iri padanya. Sebab, ia tidak perlu bersekolah, tidak perlu bangun pagi dan pulang siang hari, ia hidup bebas dan bisa pergi ke mana pun yang ia inginkan. Sampai suatu ketika, anak laki-laki itu mencuri roti di toko. Awalnya pemilik toko maklum akan hal itu. Tetapi ia terus mencuri. Sehari sekali, dua kali, lalu di toko roti lainnya. Warga kota pun geram dan melaporkan hal ini pada polisi. Pihak polisi tidak menggubris laporan itu mulanya. Namun, karena semakin hari para pemilik toko roti kian merasa dirugikan, maka para pemilik toko mengancam polisi kalau mereka tidak menangkap anak kecil itu, maka warga kota akan melaporkan polisi pada pihak atasannya. Itulah mengapa anak kecil itu dipanggil sebagai Bandit Kecil Pencuri Roti.

... Aku dan beberapa temanku pergi ke tempat persembunyiannya, untuk menangkap si pencuri berdosa itu, dan memberikannya kepada bapak polisi. Tapi ketika kami sampai di tempatnya, ia menawari kami roti-roti curian itu. Kami semua terpaku, mencoba mencicipi sedikit, dan lupalah kami kepada rencana untuk menangkapnya. Roti dari toko ternyata memang enak, satu jenis roti yang belum pernah kami temukan sebelumnya.

***

Adapun cerpen lainnya adalah:
Dongeng Sebelum Bercinta
Corat-Coret di Toilet
Teman Kencan
Rayuan Dusta untuk Marietje
Hikayat Si Orang Gila
Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam
Kisah dari Seorang Kawan
Dewi Amor
Kandang Babi


Corat-Coret di Toilet memang merupakan cerpen yang diambil judulnya sebagai judul utama buku ini. Tetapi saya justru tidak merasa istimewa dengan cerpen ini. Cukup menarik, namun tidak cukup untuk membuat saya berkata "Wahh". Selain itu, meskipun mengambil tema politik atau percintaan, Eka tetap menyisihkan sisi humornya. Dalam beberapa cerpennya, saya bisa dibuat tertawa rendah atau bersimpati kepada tokoh dalam cerita tersebut. Akan tetapi, tidak jarang pula saya sedikit bingung dengan makna yang ingin disampaikan oleh Eka. Ya, memang. Dari pandangan saya, Eka sering kali memasukkan pesan-pesannya secara tersirat dan untuk menemukannya, saya harus membaca bagian itu berulang kali lalu terdiam sejenak. Berdeham, kemudian mengangguk (sedikit) paham.

Demikianlah yang dapat saya bagikan mengenai kumcer dari Eka Kurniawan ini. Sama seperti karya-karya Eka sebelumnya, ia selalu bisa menyajikan konteks yang berat diiringi dengan guyonan dan mengudek perasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS